Hukuman tersebut, cerita Benny, terlihat dari perolehan kursi di parlemen yang menurun pada Pemilu setelahnya. Padahal, Benny mengatakan bahwa Demokrat menjadi pemenang Pemilu 2009.
"Partai saya dulu tahun 2009 menjadi pemenang Pemilu, kemudian karena banyak masalah, korupsi di dalamnya, kita dihukum oleh rakyat dan hukuman itu dalam bentuk mendapatkan penurunan jumlah perolehan kursi di parlemen," kata Benny dalam acara diskusi publik virtual bertemakan "Jalan Panjang Mendorong Perubahan DPR" yang digelar Formappi, Senin (30/8/2021).
Benny melanjutkan, partainya sudah menerima hukuman dari rakyat itu dan menganggap sebagai hal yang wajar dalam kehidupan berpolitik.
Hal yang wajar itu, maksudnya adalah bahwa masyarakat pasti mengawasi kerja-kerja partai politik yang didukungnya.
Oleh karena itu, partai politik dinilai harus transparan dalam setiap proses pengambilan keputusan internal.
"Partai politik harus transparan dalam mengambil keputusan. Ini harus dilakukan, kalau tidak, partai politik itu akan ditinggalkan oleh rakyat, oleh pendukungnya," ujarnya.
Anggota Komisi III DPR itu menuturkan, kondisi tersebut juga sudah terangkum dalam hasil sejumlah lembaga survei tentang elektabilitas partai politik.
Menurutnya, hasil survei menyatakan bahwa partai politik yang semula mendapat banyak dukungan, lalu ketika politisi atau pejabat partai terjerat korupsi, elektabilitas partai akan menurun.
"Sejumlah survei belakangan ini memperlihatkan bagaimana partai yang semula mendapat dukungan tinggi, kemudian perlahan-lahan mengalami masalah," tutur dia.
Berkaca hal tersebut, Benny mengaku bahwa Demokrat sudah menjadikan pengalaman buruk sebagai refleksi dalam mengelola internal partai ke depannya.
Selain itu, guna menghindari pengalaman buruk kembali terjadi yang berefek pada "penghukuman" rakyat, Benny mengatakan bahwa partai politik perlu mengembangkan kultur demokrasi.
"Termasuk suksesi di internal partai dan menjunjung tinggi prinsip meritokrasi. Itulah soal tata kelola partai politik. Itu penting sekali," ucapnya.
Jika hal itu tidak dilakukan, kata Benny, publik hanya akan menganggap partai politik layaknya perusahaan dengan sejumlah saham yang dimiliki sekelompok orang.
Kemudian, ia juga menekankan adanya kedisiplinan yang ketat dalam partai politik terhadap para anggota atau kadernya.
"Saya rasa, partai yang tidak punya tradisi atau menerapkan disiplin yang ketat, ya akan menjadi partai yang selalu membawa masalah dari dalam," imbuh Benny.
Catatan Kompas.com, Peneliti Senior Lingkaran Survei Indonesia Rully Akbar mengatakan, merosotnya elektabilitas Partai Demokrat terjadi usai Pemilu 2004 dan Pemilu 2009.
Pada dua pemilu itu, Demokrat berhasil menjadi pemenang. Namun tidak pada pemilu berikutnya.
Diberitakan Kompas.com pada 24 November 2013, Partai Demokrat memiliki elektabilitas di bawah 10 persen.
Rully mengatakan, salah satu faktor Demokrat mengalami penurunan elektabilitas karena terlambat melakukan pelembagaan partai untuk mengembangkan semua perangkat dan kontrol sebagai partai antikorupsi.
Akibatnya, partai yang saat kampanye terasosiasi kuat dengan slogan antikorupsi justru dirundung korupsi struktural.
https://nasional.kompas.com/read/2021/08/30/14044401/waketum-demokrat-pernah-dihukum-rakyat-akibat-korupsi