Salin Artikel

KPK Keberatan Menindaklanjuti Tindakan Korektif atas Malaadministrasi TWK

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan keberatan atas Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) Ombudsman RI mengenai proses alih status pegawai menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui tes wawasan kebangsaan (TWK).

"Dengan ini, kami menyampaikan bahwa KPK keberatan," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Kamis (5/8/2021).

Ghufron mengatakan, KPK akan menyampaikan surat keberatan kepada Ombudsman, pada Jumat (6/8/2021).

Menurut Ghufron, ada 13 poin keberatan atas laporan Ombudsman. Pada intinya, KPK menilai Ombudsman tidak berwenang untuk memeriksa proses pelaksanaan TWK yang menjadi ranah internal.

Dengan demikan, KPK keberatan untuk menindaklanjuti tindakan korektif yang disarankan oleh Ombudsman.

"Dan karenanya, kami akan menyampaikan surat keberatan ini, sesegera mungkin, besok pagi ke Ombudsman RI," ujar Ghufron.

Tindakan korektif

Sebelumnya, Ombudsman menyampaikan laporan hasil pemeriksaan terkait temuan malaadministrasi dalam penyelenggaraan proses alih status pegawai KPK menjadi ASN.

Terkait temuan itu, Ombudsman memberikan empat catatan atau tindakan korektif terkait temuan malaadaministrasi.

Pertama, KPK memberikan penjelasan kepada pegawai KPK perihal konsekuensi pelaksanaan TWK dan hasilnya dalam bentuk informasi atau dokumen sah.

Kedua, pegawai KPK yang dinyatakan tidak memenuhi syarat diberikan kesempatan untuk memperbaiki melalui pendidikan kedinasan tentang wawasan kebangsaan.

Ketiga, hasil TWK hendaknya menjadi bahan masukan untuk langkah-langkah perbaikan, tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat.

Keempat, 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat dialihkan statusnya menjadi pegawai ASN sebelum 30 Oktober 2019.

Malaadministrasi berlapis

Dalam konferensi pers, Rabu (21/7/2021) anggota Ombudsman RI, Robert Na Endi Jaweng menyampaikan beberapa temuan, antara lain maladministrasi yang dilakukan KPK dan Badan Kepegawaian Negara (BKN) karena melakukan kontrak backdate.

Kontrak backdate dilakukan dengan menuliskan tanggal mundur yang tidak sesuai dengan tanggal penandatanganan kontrak.

Nota kesepahaman ditandatangani 8 April 2021, sedangkan kontrak swakelola 20 April 2021.

Namun, tanggal penandatanganan itu diganti untuk menunjukkan seolah dua surat tersebut telah ditandatangani 3 bulan sebelumnya, yaitu 27 Januari 2021.

Sehingga, pelaksanaan TWK pada 9 Maret 2021 dilaksanakan tanpa adanya dua surat kontrak tersebut.

"Ini penyimpangan prosedur yang buat kami cukup serius, baik dalam tata kelola suatu lembaga dan terkait masalah hukum," ucap Endi.

Kemudian, keputusan KPK terkait penonaktifan 75 pegawai bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK).

Pembebastugasan 75 pegawai yang dinyatakan tak memenuhi syarat dalam tes wawasan kebangsaan (TWK) itu tercantum dalam Surat Keputusan (SK) Nomor 652 Tahun 2021.

SK tersebut ditandatangani oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada 7 Mei 2021.

Berdasarkan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), MK menyatakan pengalihan status pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara (ASN) tidak boleh merugikan hak pegawai KPK.

Kemudian, MK mengatakan, para pegawai KPK selama ini telah mengabdi dan dedikasinya dalam pemberantasan korupsi tidak diragukan.

Selain itu, Endi menuturkan, KPK juga telah mengabaikan pernyataan Presiden Joko Widodo terkait pelaksanaan TWK.

Pada Senin (17/5/2021), Jokowi meminta alih status kepegawaian tidak merugikan hak pegawai KPK.

Kepala Negara juga meminta hasil TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes.

Namun, SK tersebut tidak juga dibatalkan. Bahkan KPK akan memberhentikan 51 pegawai karena tidak lolos TWK.

Sedangkan, 24 pegawai akan mendapat pendidikan wawasan kebangsaan agar bisa menjadi ASN.

Keputusan ini diambil dalam rapat koordinasi KPK dengan lima lembaga lain pada 25 Mei 2021.

Kelima lembaga itu yakni Badan Kepegawaian Negara (BKN), Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

"Bentuk pengabaian KPK sebagai lembaga negara yang masuk dalam rumpun kuasa eksekutif terhadap penyataan Presiden," kata Endi.

Bentuk malaadministrasi lainnya yakni terkait Peraturan Komisi Pemberantasan Korupsi (Perkom) Nomor 1 tahun 2021.

Sebab, Endi menuturkan, dalam Perkom tersebut tidak tercantum konsekuensi yang mesti ditanggung pegawai yang tidak lolos TWK.

Padahal, peraturan itu menjadi salah satu dasar hukum pelaksanaan TWK.

"Tidak diatur konsekuensi tersebut (TWK) dalam peraturan KPK," ucapnya.

https://nasional.kompas.com/read/2021/08/05/18020401/kpk-keberatan-menindaklanjuti-tindakan-korektif-atas-malaadministrasi-twk

Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke