Selain sang anak tidak memahami tentang literasi digital, peran orangtua yang juga tidak paham semakin menguatkan kerentanan itu.
"Orangtua juga harus mulai mengikuti teknologi dan menerapkan pengasuhan yang tepat di era digital. Pengasuhan yang tepat mendorong anak memanfaatkan teknologi digital dengan cerdas dan bijak serta melindungi dirinya sendiri dari dunia maya," ujar Nahar dikutip dari siaran pers, Selasa (27/7/2021).
Nahar mengatakan, saat ini tidak jarang internet dan media sosial menghadirkan konten yang tidak pantas.
Parahnya, konten tidak pantas tersebut mudah diakses oleh anak akibat alogaritma atau rekomendasi konten media sosial dari penyedia jasa.
Dengan demikian, perlindungan anak pun dinilainya harus menjadi perhatian serius seluruh pihak.
"Semua pihak harus turut andil dalam memantau, melindungi, dan memastikan keamanan anak saat beraktivitas secara daring," kata Nahar.
Nahar mengatakan, pemerintah pusat dan daerah harus dapat memastikan kebijakan yang melindungi anak dari internet.
Salah satu caranya adalah dengan menggandeng platform media sosial untuk menerapkan kebijakan perlindungan anak.
Sebelumnya, Menteri PPPA Bintang Puspayoga juga meminta para penyedia jasa teknologi informasi dan komunikasi bersinergi dengan pemerintah melindungi anak dari dampak buruk internet.
Bintang mengatakan, pada masa pandemi Covid-19 ini, penggunaan internet memberikan sejumlah manfaat sekaligus risiko bahaya bagi anak.
Beberapa bahaya itu antara lain kekerasan berbasis online hingga tipu muslihat berupa iming-iming dengan tujuan eksploitasi baik seksual maupun pornografi.
"Saya berpesan kepada para penyedia jasa media sosial, untuk dapat membantu pemerintah dalam memblokir berbagai konten negatif dan tidak patut bagi anak," ujar Bintang.
https://nasional.kompas.com/read/2021/07/27/15315741/kementerian-pppa-sebut-penyebab-kerentanan-anak-adalah-gagapnya-orangtua