Menurutnya, pengetatan memerlukan sumber daya sangat besar dengan risiko korban jiwa tinggi.
"Pengetatan tak bisa dilakukan secara terus-menerus karena membutuhkan sumber daya yang sangat besar dengan risiko korban jiwa yang terlalu tinggi, dan akan memiliki dampak secara ekonomi," ujar Wiku dalam konferensi pers secara daring pada Selasa (20/7/2021).
Dengan demikian, tentunya pada satu titik pemerintah harus melakukan relaksasi.
Namun, penanganan Covid-19 dapat berhasil dan efektif apabila pada saat melakukan relaksasi dipersiapkan dengan matang dan ada kesepakatan secara menyeluruh dari semua unsur masyarakat.
"Dengan begitu, relaksasi nantinya akan berjalan lebih efektif, aman, dan tidak membuat kasus Covid-19 kembali melonjak," tegas Wiku.
Dia pun mengingatkan bahwa relaksasi setelah pengetatan bukan berarti kondisi penularan Covid-19 sudah 100 persen aman.
Oleh karenanya, kedisiplinan tetap menjalankan protokol kesehatan dan penyediaan sarana-prasarana kesehatan yang memadai harus terus dijaga setelah relaksasi.
"Sayangnya, relaksasi sering disalahartikan sebagai kondisi aman sehingga kasus kembali melonjak," ungkap Wiku.
Sebelumnya, Presiden Jokowi mengumumkan bahwa PPKM darurat dapat dibuka secara bertahap pada 26 Juli 2021.
Namun, dia menekankan pembukaan itu akan berdasarkan tren kasus Covid-19 yang terus menurun.
"Jika tren kasus terus mengalami penurunan, maka tanggal 26 Juli 2021, pemerintah akan melakukan pembukaan bertahap," tuturnya, Selasa malam.
Jokowi juga mengungkapkan, penerapan PPKM darurat yang dimulai tanggal 3 Juli 2021adalah kebijakan yang tidak bisa dindari yang harus diambil pemerintah meskipun sangat berat.
Kebijakan ini dilakukan untuk menurunkan penularan Covid-19, dan mengurangi kebutuhan masyarakat untuk pengobatan di RS.
"Sehingga, tidak membuat lumpuhnya rumah sakit lantaran overkapasitas pasien Covid-19, serta agar layanan kesehatan untuk pasien dengan penyakit kritis lainnya tidak terganggu dan terancam nyawanya," kata Jokowi.
"Namun alhamdulillah, kita bersyukur, setelah dilaksanakan PPKM darurat, terlihat dari data, penambahan kasus, dan kepenuhan bed rumah sakit mengalami penurunan," tambahnya.
Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) yang juga Koordinator PPKM Darurat Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, data kasus Covid-19 dan data mobilitas masyarakat mulai tampak melandai.
Namun, untuk melonggarkan PPKM darurat, harus ada kearifan yang dipertimbangkan.
"Di dunia ini, tidak ada kebijakan habis ditutup langsung dibuka. Pengalaman di India, di Malaysia, dan lainnya itu setelah (pembatalan) dibuka kasus naik lagi eksponensial," ujar Luhut dalam dialog B-Talk yang ditayangkan KompasTV, Selasa malam.
"Kita tidak mau seperti itu karena varian Delta ini tujuh kali lebih dahsyat penularannya dairpada varian Alpha," lanjutnya.
Karena itu, pihaknya akan kembali melakukan evaluasi pelaksanaan PPKM darurat.
Pada 25 Juli nanti hasil evaluasi tersebut disampaikan kepada Presiden Joko Widodo.
"Sekarang kan tanggal 20 Juli, nanti kalau berjalan baik, artinya kita masih menjalankan protokol kesehatan dan keterisian RS baik tanggal 25 Juli akan kita laporkan kepada Presiden," ujarnya.
Namun, Luhut memprediksi pelaksanaan PPKM darurat ini memberikan dampak penurunan status suatu daerah dari level risiko penularan tinggi ke risiko penularan sedang hingga rendah.
"Kalau semua berjalan baik, nanti akan banyak daerah di Jawa dan Bali levelnya menurun dari level empat ke level tiga. Bahkan ada yang menurun hingga level dua," tambahnya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/07/21/07243621/satgas-pengetatan-tak-bisa-terus-menerus-butuh-sumber-daya-sangat-besar