JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) belum mempertimbangkan untuk mengganti tes cepat antigen dengan tes polymerase chain reaction (PCR) kumur buatan PT Bio Farma dalam upaya penelusuran kasus Covid-19 secara masif di masyarakat.
"PCR kumur ini merupakan metode pengambilan sampel yang tadinya swab (dicolok), sekarang dengan kumur. Tetapi pemeriksaan tetap memakai PCR yang selama ini dipakai," kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P (Kemenkes) Siti Nadia Tarmizi, dikutip dari Antara, Rabu (7/7/2021).
Nadia mengatakan metode penelusuran kasus Covid-19 di tengah masyarakat masih menggunakan metode tes cepat antigen sebab bisa langsung diperiksa dan didapatkan hasilnya dalam waktu singkat.
Metode pelacakan kasus secara kumur, kata Nadia, masih membutuhkan waktu panjang sebab sampel dari hasil kumur harus diperiksa laboratorium.
"Kalau penelusuran kasus lebih mudah menggunakan rapid test antigen karena bisa langsung diperiksa dan mendapatkan hasil," katanya.
"Kalau PCR kumur ini harus dikirim lagi sampelnya. Saya kira jadi tidak praktis karena ini masih bersifat PCR," katanya.
Diketahui, Bio Farma sedang memproduksi alat uji pendeteksi Covid-19 yang diberi nama BioSaliva dengan kapasitas produksi mencapai 40.000 unit per bulan.
"Untuk produk baru kami BioSaliva, kami baru akan memproduksi sekitar 40.000 per bulan," ujar Direktur Utama Bio Farma Honesti Basyir.
Honesti menambahkan produk BioSaliva memungkinkan pengetesan PCR tidak dilakukan melalui nasofaring dan hidung, tetapi melalui berkumur atau gargle yang membuat pengetesan lebih nyaman dibandingkan tes usap swab PCR/antigen.
Sementara itu, promosi pemanfaatan PCR kumur tersebut mulai beredar di sejumlah media sosial, salah satunya akun Instagram @gsilab.id.
Pemanfaatan alat tersebut dibanderol seharga Rp 799.000 per pengguna selama masa promosi berlangsung.
https://nasional.kompas.com/read/2021/07/07/23432371/kemenkes-belum-pertimbangkan-penggunaan-pcr-kumur-untuk-penelusuran-kasus