Desakan ini menyusul kasus pemerkosaan yang dilakukan seorang anggota polisi bernama Briptu Nikmal Idwar terhadap anak di bawah umur di Polsek Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara.
KUHAP selama ini merupakan dasar hukum yang menjadi panduan polisi dalam menangani kasus dan perkara, termasuk saat penahanan di markas kepolisian.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Maidina Rahmawati mengatakan, selama ini polisi memiliki kewenangan yang besar tapi minim pengawasan.
Dia pun mendorong pemerintah dan DPR serta lembaga independen lain, seperti Komnas HAM dan Ombudsman RI, untuk melakukan audit kepada kewenangan besar kepolisian yang minim mekanisme pengawasan.
"KUHAP harus segera diubah untuk memperkuat pengawasan dan kontrol atas kewenangan polisi, termasuk menghapuskan tempat-tempat penahanan di kantor-kantor polisi," kata Maidina, Rabu (23/6/2021).
Kemudian, lanjut Maidina, penting juga bagi pemerintah dan DPR menyisir pasal-pasal karet di revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang berpotensi memperbesar kewenangan kepolisian.
Selain itu, Maidina meminta pemerintah dan DPR juga segera membahas dan menyelesaikan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS).
Hadirnya UU PKS akan memberikan kepastian hukum dan pemenuhan hak-hak bagi korban kekerasan seksual.
"Pemerintah dan DPR juga sudah harus mulai mengkaji soal pengaturan hak-hak korban yang tersebar di berbagai undang-undang, khususnya korban kekerasan seksual. Hal ini bisa dimulai dengan perumusan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual atau menyusun aturan baru terkait bantuan dan perlindungan korban kejahatan," ujar dia.
Krisis kekerasan seksual
Hal senada disampaikan Komisioner Komnas Perempuan Theresia Iswarini. Ia mengatakan, kasus-kasus kekerasan dan pelecehan seksual kini sudah banyak mengemuka di publik.
Pelakunya kekerasan dan pelecehan seksual pun beragam, mulai dari figur publik, selebritas, hingga aparat negara.
"Kami ingin pengesahan RUU PKS cepat, karena situasi kritis untuk kekerasan seksual," kata dia.
Anggota polisi yang melakukan pemerkosaan itu kini telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia adalah Nikmal Idwar, anggota polisi berpangkat brigadir satu (briptu).
Nikmal Idwar memperkosa seorang remaja berusia 16 tahun di Polsek Jailolo Selatan, Halmahera Barat, Maluku Utara.
Peristiwa bermula saat korban bersama temannya datang ke daerah Sidangoli pada Sabtu (13/6/2021) dini hari. Keduanya dari Bacan Kabupaten Halmahera Selatan.
Tak lama setelah itu, keduanya didatangi oleh oknum polisi menggunakan mobil patroli. Mereka pun diminta ikut ke polsek tanpa alasan yang jelas.
Setibanya di polsek, korban dan temannya ditempatkan di ruangan berbeda untuk dimintai keterangan.
Secara ringkas, setelah meminta keterangan korban, di kantor itu, Briptu Nikmal memperkosa korban. Korban pun sempat diancam agar tidak melaporkan peristiwa ini.
Polri minta maaf
Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri Irjen Pol Ferdy Sambo menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh masyarakat atas kasus pemerkosaan yang dilakukan Nikmal.
Sambo mengatakan, perbuatan Nikmal telah melukai hati institusi Polri.
"Kami menyampaikan permohonan maaf kepada rakyat Indonesia terhadap perbuatan keji dan biadab tersangka," kata dia, Kamis (24/6/2021).
Selain itu, Propam Polri akan memecat Nikmal sebagai anggota polisi. Nikmal bakal mengikuti mekanisme Sidang Komisi Kode Etik Profesi Polri sesuai UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian RI.
"Bidang Propam Polda Maluku Utara dan Divisi Propam Polri akan memproses pemberhentian tidak dengan hormat kepada yang bersangkutan," ujar Sambo.
Selanjutnya, korban yang berinisial NI akan mendapatkan pendampingan dari Bareskrim Polri.
Sementara itu, proses penyidikan dilakukan Polda Maluku Utara. Sambo pun memastikan Nikmal bakal dijerat pidana yang seberat-beratnya.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/25/10082681/kasus-polisi-pemerkosa-remaja-briptu-nikmal-dan-desakan-penyelesaian-ruu-pks