Namun lebih dari itu, TWK terhadap pegawai KPK merupakan bentuk kekuasaan sepihak dari penguasa terhadap warganya.
“Dan Tes Wawasan Kebangsaan di luar ia memiliki makna, makna mau memperlemah pemberantasan korupsi. Itu punya derajat yang di atas itu,” kata Asfinawati dalam diskusi virtual, Senin (21/6/2021).
“Menurut saya, itu adalah pintu masuk kembali tafsir tunggal kekuasaan atas masyarakat atas warga dan namanya tafsir tunggal sepihak, tidak melalui proses pengadilan, itu akan semena-mena,” ujar dia.
Asfinawati pun menyebut TWK pegawai KPK merupakan litsus model baru di era pemerintahan masa kini.
Sebab, ia mengatakan, para pegawai KPK diberi sejumlah pertanyaan yang aneh dan janggal seperti litsus di era Orde Baru.
“Jadi ada sebuah stigmatisasi kepada orang tanpa melalui proses pengadilan dan artinya itu apa? Itu artinya penafsiran tunggal dari kekuasaan dan itu sangat berbahaya,” ucap dia.
Oleh karena itu, Asfinawati menekankan, TWK pegawai KPK adalah sebuah pertaruhan demokrasi.
Ia berharap, semua pihak dapat memperjuangkan agar tidak ada pegawai KPK yang diberhentikan dalam proses alih status kepegawaian menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui TWK.
“Karena itu Tes Wawasan Kebangsaan adalah pertaruhan tentang pemberantasan korupsi tapi lebih jauh dari itu tes wawasan kebangsaan adalah pertaruhan demokrasi,” ujar Asfinawati.
Diketahui, KPK mengumumkan ada 75 pegawai tak lolos TWK sebagai bagian dari alih status menjadi ASN.
Dari 75 pegawai, terdapat 51 pegawai yang dicap “merah” sehingga sudah tidak dapat dibina.
Sementara, 24 pegawai lainnya masih dapat diberi pelatihan dan pembinaan lanjutan, meski memiliki potensi untuk tidak lolos.
“Yang 51 orang, ini kembali lagi dari asesor, ini sudah warnanya dia bilang, sudah merah dan ya, tidak memungkinkan untuk dilakukan pembinaan,” kata Alexander dalam konferensi pers, seperti dikutip dari Kompas TV, Selasa (25/5/2021).
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/21/14342151/ylbhi-nilai-twk-kpk-bentuk-kekuasaan-sepihak-penguasa-atas-rakyat