JAKARTA, KOMPAS.com - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menyebut kasus Covid-19 pada anak di Indonesia sekitar 11-12 persen. Angka tersebut termasuk tertinggi di dunia.
Menanggapi hal tersebut, Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menyarankan agar pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas diprioritaskan untuk jenjang pendidikan atas, yakni Sekolah Menengah Atas (SMA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP).
"Ada fakta yang dikatakan ketua IDAI Prof Aman, oleh karena itu kami berprinsip pertama adalah pelaksanaan PTM ini dipriotaskan dahulu pada usia yang atas misalnya SMA, SMK, SMP," kata Satriwan saat dihubungi Kompas.com, Senin (14/6/2021).
Menurut Satriwan, peserta didik dengan jenjang pendidikan tersebut membutuhkan PTM terbatas, terutama SMK.
Ia mengatakan, kebijakan pemerintah yang mengatur bahwa PTM dilaksanakan dengan kapasitas 25 persen dan dua hari dalam satu minggu adalah jalan tengah agar peserta dapat melaksanakan PTM.
"Nah daerah yang memang zona anggaplah hijau, atau positivity rate-nya rendah saya rasa tidak apa-apa dibuka," ujarnya.
Selain itu, Satriwan meminta Pemerintah Daerah (Pemda) melakukan pemetaan di daerahnya sebelum membuka PTM terbatas.
Pemetaan daerah tersebut terkait dengan kondisi kasus Covid-19 atau positivity rate, jumlah guru yang sudah divaksiansi dan kesiapan sekolah.
"Jadi perlakuannya nanti berdasarkan pemertaan tadi dan Pemda harus jujur dengan kondisi daerahnya," ucapnya.
Satriwan menambahkan, PTM terbatas di sekolah tidak bisa dilaksanakan secara serentak. Sebab, kondisi Covid-19 di 514 kabupaten/kota berbeda-beda.
Ia mencontohkan Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara sudah layak melaksanakan PTM terbatas karena kasus Covid-19 cukup rendah dan pembelajaran jarak jauh (PJJ) terkendala jaringan internet.
"Beda dengan DKI yang positivity rate-nya masih tinggi walaupun guru sudah divaksin, jaringan internet relatif bagus di DKI maka saya rasa PJJ dilanjutkan tidak apa-apa," pungkasnya.
Untuk diketahui, pembelajaran tatap muka terbatas di sekolah akan digelar serentak pada Juli 2021. Namun, kasus Covid-19 di sejumlah provinsi mengalami peningkatan pasca-Lebaran 2021.
Ketua Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman Bhakti Pulungan mengatakan, kasus Covid-19 pada anak di Indonesia sekitar 11-12 persen. Ini termasuk kasus Covid-19 anak yang tertinggi di dunia.
Masalahnya, jumlah kematian anak balita selama pandemi meningkat hampir 50 persen. Setidaknya ada 1.000 kematian anak di Indonesia setiap minggunya.
Memang sejak awal banyak ahli, termasuk Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan UNICEF mengatakan bahwa kasus Covid-19 pada anak jarang terjadi.
Namun dikatakan Aman, dari data yang dilihat IDAI, ada banyak kasus Covid-19 pada anak.
"Seperti dikatakan UNICEF, data (kasus Covid-19) pada anak masih tidak pasti. Apa yang dilakukan IDAI adalah berusaha mencari betul-betul (kasus Covid-19)," ungkap Prof. Aman dalam Webinar Seminar Online FKMUI Seri 26-2021 yang diselenggarakan Minggu, (13/6/2021).
Awal pandemi Covid-19, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), UNICEF, dan banyak ahli mengatakan bahwa penyakit yang disebabkan oleh virus corona ini jarang dialami anak.
"WHO (dan) UNICEF, mereka underestimate kasus (Covid-19 pada anak). Kita, IDAI, banyak melihat (kasus Covid-19 pada anak)," ungkap Prof. Aman.
Hal itu berdasarkan data mingguan yang diperoleh IDAI.
Aman mengatakan, setiap minggu ketua IDAI di setiap cabang daerah bertemu untuk membicarakan kasus Covid-19 pada anak di Indonesia, salah satunya mengumpulkan data Covid-19 anak di masing-masing daerah.
"Dari data ini kalau kita lihat, hampir sama seperti kata UNICEF, (kasus Covid-19 pada anak di Indonesia) antara 11-12 persen. Ini salah satu kasus Covid-19 pada anak yang paling tinggi di dunia," kata Aman.
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/14/22380591/kasus-covid-19-pada-anak-tinggi-ini-saran-p2g-soal-belajar-tatap-muka