Adapun, pasal tersebut mengatur mengenai ketentuan verifikasi faktual partai politik peserta pemilu ataupun partai baru.
"Kalau kita mulai buka logika Aristoteles sampai logika kalkulus yang paling muktahir kita verifikasi untuk menguji logis atau tidak. Putusan MK itu tidak logis," kata Yusril dalam diskusi daring bertajuk "Putusan MK Verifikasi Parpol: Menepuk Air di Daur Ulang Terpercik Muka Sendiri" pada Selasa (1/6/2021).
Yusril mengatakan, putusan MK terkait Pasal 173 beberapa waktu lalu membagi partai politik menjadi tiga katergori.
Kategori itu adalah, pertama, partai yang sudah melakukan verifikasi, pernah ikut pemilu dan lolos ambang batas parlemen.
Kemudian, partai politik yang sudah melakukan verifikasi, pernah ikut pemilu tetapi tidak lolos ambang batas parlemen.
Sedangkan kategori terakhir adalah partai politik baru yang belum pernah melakukan verifikasi dan belum pernah ikut pemilu.
Menurut Yusril, seharusnya ada perlakuan yang berbeda di setiap kategori partai politik.
Sementara dalam putusannya, MK justru menyamakan partai politik yang tidak lolos ambang batas parlemen dengan partai baru.
"Kalau tiganya itu pada kondisi yang berbeda mestinya, verifikasi administrasi dan faktual itu tidak perlu pada partai yang sudah ada di DPR," ujar Yusril.
"Tapi fraksi yang sudah ikut pemilu, berkali-kali di verifikasi itu enggak perlu lagi diverifikasi faktual, cukup administrasi. Tapi bagi partai baru yang sama sekali belum pernah ikut pemilu mungkin wajar bagi mereka itu harus ada verifikasi administrasi dan sekaligus verifikasi faktual," kata dia.
Oleh karena itu, Yusril akan membahas lebih lanjut terkait pengajuan uji materi Pasal 173 dengan partai politik yang tidak lolos ambang batas parlemen.
Ia pun mengingatkan bahwa dalam Undang-Undang Dasar 1945 tidak ada amanat untuk menyederhanakan partai politik.
"Enggak ada Undang-Undang Dasar 45 itu berisi amanat penyederhanaan partai politik, enggak ada. Yang ada UUD 45 itu jaminan kemerdekaan berserikat, berkumpul dan saja begitu terserah semua-semuanya tapi dibatasi oleh Undang-Undang," ucap dia.
Sebelumnya, MK memutuskan bahwa Pasal 173 Ayat 1 dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Adapun hal itu merupakan putusan dari perkara uji materi UU Pemilu yang diajukan oleh Partai Garuda yang dibacakan pada Selasa (4/5/2021).
Dalam perkara yang diajukan, pemohon yang diwakili Ketua Partai Garuda Ahmad Ridha Sabana dan Sekretaris Jenderalnya Abdullah Mansuri meminta agar MK menyatakan Pasal 173 Ayat 1 bertentangan dengan Pasal 28H Ayat 2 UUD 1945.
Namun, MK memberikan putusan lain terkait pengujian pasal tersebut yakni Pasal 173 Ayat 1 bertentangan sepanjang tidak dimaknai sebagai berikut:
"Partai politik yang telah lulus verifikasi Pemilu 2019 dan lolos atau memenuhi ketentuan parliamentary threshold pada Pemilu 2019 tetap diverifikasi secara administrasi namun tidak diverifikasi secara faktual."
"Adapun partai politik yang tidak lolos atau tidak memenuhi ketentuan parliamentary threshold, partai politik yang hanya memiliki keterwakilan di tingkat DPRD provinsi kabupaten/kota dan partai politk yang tidak memiliki keterwakilan di tingkat DPRD provinsi kabupaten/kota diharuskan dilakukan verifikasi kembali secara administrasi dan secara faktual. Hal tersebut sama dengan ketentuan yang berlaku terhadap partai politik baru."
https://nasional.kompas.com/read/2021/06/02/14574931/yusril-nilai-putusan-mk-soal-verifikasi-di-uu-pemilu-tidak-logis