Salin Artikel

Guru Besar FH Unpad Usul Pelantikan Pegawai KPK Jadi ASN Dibatalkan

JAKARTA, KOMPAS.com - Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran Atip Latipulhayat menilai, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebaiknya membatalkan agenda pelantikan pegawai KPK sebagai aparatur sipil negara (ASN).

Menurut Atip, proses alih status pegawai KPK menjadi ASN melalui tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak memiliki dasar hukum yang kuat serta tidak substantif.

"Satu tindakan yang menurut saya legal secara politik juga ramah terhadap aspirasi publik, bukan saja menunda pelantikan, tapi membatalkan proses yang mengakibatkan, meminjam bahasa Prof Sigit (Guru Besar FH UGM Sigit Riyanto), adalah eksklusi dan persekusi terhadap 75 pegawai," kata Atip dalam diskusi daring Mengurai Kontroversi TWK KPK, Minggu (30/5/2021).

Pimpinan KPK diketahui membuat Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pengalihan Pegawai KPK Menjadi Pegawai ASN, sebagai tindak lanjut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK (UU KPK).

Salah satu isi peraturan itu menyatakan pelaksanaan asesmen TWK untuk para pegawai yang akan beralih status.

Padahal, UU KPK dan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tidak mengatur soal TWK sebagai syarat alih status pegawai menjadi ASN.

Atip berpendapat, TWK yang kemudian dilaksanakan Badan Kepegawaian Negara (BKN) serta sejumlah institusi lainnya itu sama sekali tidak memiliki esensi wawasan kebangsaan.

Menurutnya, yang terjadi adalah tes wawasan kebangsaan dengan tafsir kekuasaan.

"Itu substansinya tidak dapat dipertanggungjawabkan karena ini wawasan kebangsaan dengan tafsir kekuasaan. Bukan berdasarkan tafsir konstitusi, historis, orisinalitas kita berbangsa," ujarnya.

Ia menyatakan, para pegawai KPK yang beralih status menjadi ASN semestinya tidak melalui proses seleksi.

Atip menegaskan, pimpinan KPK hanya perlu mengalihstatuskan, tanpa membuat tes-tes semacam TWK. Menurutnya, TWK malah menjadi alat segregasi, persekusi, dan eksklusi terhadap 75 pegawai yang kemudian dinyatakan tak lolos dan di antaranya dinonaktifkan.

"Kembalikan tes wawasan kebangsaan dalam khitah konstitusi, dalam arti komitmen berbangsa. Dan itu sudah self-evident dalam diri semua bangsa Indonesia. Apalagi khusus untuk pegawai KPK yang atas amanat revisi UU KPK sudah self-evident, tinggal dialihstatuskan saja," kata dia.

Adapun keputusan pemberhentian 51 pegawai KPK yang tak lolos TWK diambil dalam rapat koordinasi pada Selasa (25/5/2021).

Rapat dihadiri oleh pimpinan KPK, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo, Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Lembaga Administrasi Negara (LAN) dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, penilaian asesor terhadap 51 pegawai tersebut merah dan tidak mungkin dibina.

Kendati demikian, ia tidak menjelaskan lebih detail mengenai tolok ukur penilaian kenapa pegawai KPK yang tak lolos TWK dinyatakan merah dan tidak dapat dibina.

Kepala BKN Bima Haria Wibisana memaparkan tiga aspek dalam penilaian asesmen TWK. Ketiga aspek itu yakni aspek pribadi, pengaruh, dan PUNP (Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan pemerintah yang sah).

Menurut Bima, 51 pegawai KPK tersebut mendapat penilaian negatif pada ketiga aspek, termasuk PUNP, yaitu Pancasila, UUD 1945 dan perundang-undangan, NKRI, pemerintahan yang sah.

Sebelumnya, Presiden Jokowi telah meminta TWK tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan pegawai KPK.

https://nasional.kompas.com/read/2021/05/30/18311991/guru-besar-fh-unpad-usul-pelantikan-pegawai-kpk-jadi-asn-dibatalkan

Terkini Lainnya

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Nasional
Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Nasional
BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

Nasional
Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Nasional
PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Nasional
Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Nasional
Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Nasional
Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Nasional
KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

Nasional
Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Jemaah Haji Tinggalkan Hotel untuk Ibadah di Masjid Nabawi

Nasional
Pakar: Ada 1 Opsi Ubah UU Kementerian Negara, Ajukan Uji Materi ke MK tapi...

Pakar: Ada 1 Opsi Ubah UU Kementerian Negara, Ajukan Uji Materi ke MK tapi...

Nasional
Suhu Madinah Capai 40 Derajat, Kemenag Minta Jemaah Haji Tak Paksakan Diri Ibadah di Masjid Nabawi

Suhu Madinah Capai 40 Derajat, Kemenag Minta Jemaah Haji Tak Paksakan Diri Ibadah di Masjid Nabawi

Nasional
MKMK Diminta Pecat Anwar Usman Usai Sewa Pengacara KPU untuk Lawan MK di PTUN

MKMK Diminta Pecat Anwar Usman Usai Sewa Pengacara KPU untuk Lawan MK di PTUN

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke