Salin Artikel

Sidang MK, Pemohon Nilai Pembuatan UU Cipta Kerja Langgar Prosedur

JAKARTA, KOMPAS.com - Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar sidang pemeriksaan pendahuluan uji materi Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada Rabu (21/4/2021).

Dalam sidang tersebut pemohon yakni Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menilai UU Cipta Kerja dibuat tidak sesuai dengan prosedur pembentukan perundang-undangan.

"Kami juga mengganggap bahwa RUU (Cipta Kerja) ini tidak sesuai dengan prosedur," kata kuasa hukum pemohon Said Salahuddin dalam sidang yang disiarkan secara daring, Rabu.

Said menjelaskan, bahwa Pasal 19 Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU PPP) menyebutkan, sebelum UU disahkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) harus disertai naskah akademik terlebih dahulu.

Namun, menurut dia naskah akademik UU Cipta Kerja baru disampaikan presiden pada DPR pada 12 Februari setelah disahkan masuk dalam Prolegnas.

"Bagaimana mungkin disahkannya sebuah RUU sedangkan DPR belum menerima naskah akademiknya, sedangkan Pasal 19 UU PPP hal itu menjadi sebuah kewajiban," ujarnya.

Selain itu, lanjut Said, UU Cipta Kerja juga bertetangan dengan Pasal 1 Ayat 3 dan Pasal 28D Ayat 1 Undang-Undang Dasaf 1945, yaitu terkait teknik penyusunan perundang-undangan yang harus menjadi pedoman dalam pembentukan Undang-Undang.

Dalam hal ini, kata dia, pembentukan UU Cipta Kerja harus sesuai dengan UU PPP terutama terkait penamaan UU yang direvisi harus sama dengan UU sebelumnya.

"Berdasarkan pengaturan tersebut suatu uu hanya dapat diubah dengan Undang-Undang perubahan yang memuat judul yang sama," ungkapnya.

"Sebagaimana kita tau UU Cipta Kerja mengubah banyak UU tapi tidak memuat judul sebagaimana diatur dalam lampiran 2 Undang-Undang PPP," lanjut dia.

Said menambahkan, penamaan yang sama UU juga harus diterapkan pada UU yang dihapus atau dicabut dan diganti dengan UU baru.

Sebelumnya, FSPMI mengajukan permohonan uji materi UU Cipta Kerja ke MK. Permohonan itu diajukan oleh Sekretaris Jenderal FSPMI Riden Hatam Aziz dan salah satu Ketua Cabang FSPMI Suparno.

"Para pemohon mengajukan permohonan pengujian formil Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja terhadap Undang-Undang dasar negara Republik Indonesia tahun 1945," demikian salah satu kutipan di berkas permohonan dilansir dari laman resmi www.mkri.id, Senin (21/12/2020).

Salah satu yang dipermasalahkan yakni masuknya UU Cipta Kerja ke Prolegnas yang tidak sesuai dengan UU PPP.

Mereka juga menilai, pembentukan UU Cipta kerja di tahap perencanaan bertentangan dengan Pasal 1 Ayat 3 dan Pasal 28 D Ayat 1 UUD 1945.

Selain itu, tahapan penyusunan UU ini juga dinilai bertentangan dengan UUD 1945.

"Pada tahap penyusunan Bab IV UU PPP mengatur mengenai teknik penyusunan aturan perundang-undangan yang harus dilakukan sesuai dengan teknik penyusunan peraturan perundang-undangan," demikian salah satu kutipan dalam berkas permohonan.

Oleh karena itu, pemohon meminta semua permohonannya dikabulkan majelis hakim konstitusi.

Kemudian, meminta UU Cipta Kerja dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum tetap.

"Atau apabila majelis hakim konstitusi berpendapat lain mohon putusan yang seadil-adilnya," lanjut kutipan dalam berkas permohonan.

https://nasional.kompas.com/read/2021/04/21/15341561/sidang-mk-pemohon-nilai-pembuatan-uu-cipta-kerja-langgar-prosedur

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke