JAKARTA, KOMPAS.com - Gagasan pelabelan kelompok kriminal bersenjata di Papua sebagai organisasi terorisme menuai kritik. Rencana tersebut dinilai akan memperparah persoalan dan konflik di Bumi Cendrawasih.
Gagasan ini dikemukakan oleh Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Boy Rafli Amar dalam rapat Komisi III DPR, Jakarta, Senin (22/3/2021).
Boy mengatakan, wacana ini tengah dibahas BNPT bersama sejumlah kementerian dan lembaga terkait.
"Kami sedang terus gagas diskusi dengan beberapa kementerian dan lembaga berkaitan dengan masalah nomenklatur KKB untuk kemungkinannya apakah ini bisa dikategorikan sebagai organisasi terorisme," kata Boy.
Menurut Boy, kejahatan yang dilakukan oleh KKB layak disejajarkan dengan aksi teror.
Sebab, perbuatan KKB menggunakan kekerasan, ancaman kekerasan, senjata api, serta menimbulkan efek ketakutan yang luas di tengah masyarakat.
"Kondisi-kondisi riil di lapangan sebenarnya dapat dikatakan telah melakukan aksi-aksi teror," ujar Boy.
Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Fatia Maulidiyanti menilai, pelabelan KKB sebagai teroris menunjukkan cara pandang atau pendekatan keamanan cenderung dikedepankan oleh pemerintah dalam meredam konflik di Papua.
"Pemerintah tidak hanya gagal dalam memahami akar konflik Papua yang sebenarnya, tapi juga membuka jalan bagi penggunaan pendekatan keamanan (militeristik) dalam penyelesaiannya," ujar Fatia, melalui keterangan tertulis, Kamis (9/4/2021).
Di sisi lain, Fatia menuturkan, pelabelan teroris akan memberikan dampak psiko-sosial bagi masyarakat Papua. Bukan tidak mungkin, pelabelan serupa dialami oleh warga Papua yang berada di daerah perantauan.
Fatia mengatakan, pemerintah seharusnya belajar dari beberapa peristiwa sebelumnya. Misalnya, isu rasialisme yang dialami oleh penghuni asrama mahasiswa asal Papua di Yogyakarta dan Surabaya pada 2019.
Peristiwa tersebut telah menimbulkan gejolak sosial, terutama bagi masyarakat Papua. Menurut Fatia, wacana redefinisi KKB sebagai organisasi teroris justru akan membuat situasi di Papua semakin memburuk.
Ia juga menilai, wacana mengelompokkan KKB dalam klasifikasi organisasi teroris adalah langkah yang terburu-buru serta berpotensi abuse of power.
"Kami melihat wacana tersebut hanya menjadi celah bagi negara untuk melegitimasi langkah TNI dalam keamanan domestik melalui UU Terorisme yang berakibat pada makin buruknya situasi di Papua," kata Fatia.
Batalkan wacana redefinisi
Sejalan dengan itu, Kontras mendesak pemerintah membatalkan wacana redefinisi KKB sebagai organisasi terorisme.
Wacana tersebut dianggap sebagai langkah emosional dan tidak memikirkan dampak-dampak yang terjadi ke depan.
Sebaliknya, pendekatan dengan metode stigmatisasi justru kian menyulitkan upaya menyelesaikan konflik di Papua.
"Pendekatan dengan metode stigmatisasi justru semakin menambah rumit persoalan dan tak akan menyelesaikan persoalan ketidakadilan," ungkap Fatia.
Fatia mengatakan, pemerintah harus melakukan pendekatan yang lebih humanis, bukan dengan pendekatan keamanan maupun dengan cara-cara militeristik yang kental akan kekerasan.
Hal ini bisa dimulai dengan menarik pasukan dari beberapa daerah di Papua. Pendekatan penyelesaian konflik pun harus dilakukan secara komprehensif dan menyentuh mengenai akar persoalan.
Menurut Fatia, pemerintah harus segera mencari titik temu dan membangun dialog dengan perwakilan representatif dan kredibel yang mewakili atau diakui oleh rakyat Papua.
"Pemerintah juga harus memberikan kesempatan kepada warga Papua untuk dapat menyuarakan hak untuk menentukan nasib sendiri sebagaimana yang diatur dalam Pasal 1 ICCPR sebagai ekspresi warga negara karena hal itu sebagai respons atas permasalahan ketidakadilan," terang Fatia.
Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah pusat memperkuat komunikasi dengan seluruh elemen pemerintah daerah di Papua. Misalnya, gubernur, bupati, DPRD, Kapolda, Kapolres, tokoh masyarakat adat, pemimpin agama, hingga tokoh pemuda.
"Untuk duduk bersama mencari jalan keluar dan mencari format ideal jalan penyelesaian apa yang tepat dan menghentikan kekerasan yang telah terjadi berlarut-larut," imbuh Fatia.
Jangan gegabah
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) meminta BNPT tak gegabah menetapkan KKB sebagai organisasi teroris.
"Saya rasa jangan gegabah dalam melihat dan menilai kondisi di Papua," ujar Wakil Ketua Eksternal Komnas HAM Amiruddin Al-Rahab, Selasa (23/3/2021).
Amiruddin menyebut, permasalahan di Papua selama ini telah banyak menimbulkan korban. Hal itu menjadi penanda betapa seriusnya persoalan di Papua.
Ia mengingatkan agar penyelesaian konflik di Papua perlu dicari jalan keluar melalui kajian mendalam dan tepat.
"Kajian yang lebih dalam dan serius harus dilakukan, ruang-ruang komunikasi harus dibuka dengan melibatkan banyak pihak. Jadi jangan terlalu emosional," kata dia.
Amiruddin menuturkan, Komnas HAM akan berkomunikasi dengan BNPT terkait gagasan redefinisi KKB di Papua.
Hal ini dilakukan supaya setiap upaya penanganan masalah Papua selaras dengan penegakan HAM.
"Dari perspektif Komnas HAM yang dengan penegakan HAM dan penghormatan pada HAM oleh semua pihak," imbuh dia.
https://nasional.kompas.com/read/2021/04/09/06382951/gagasan-pelabelan-organisasi-terorisme-terhadap-kkb-di-papua-menuai-kritik