"Secepat mungkin bisa otopsi lebih baik," ujar Komisioner Komnas HAM Choril Anam melalui pesan singkat, Senin (15/2/2021).
Anam menyampaikan, pihaknya sebelum ini telah menerima surat dari pihak keluarga mengenai keinginan untuk diotopsi.
Ia menilai, surat pernyataan tersebut sebagaimana surat sebelumnya mempunyai arti penting guna mengungkap kematian Pendeta Yeremia.
Untuk itu, pihaknya menyatakan bersedia terlibat maupun mengawasi proses otopsi tersebut.
"Kami juga dapat surat pernyataan keluarga yang bersedia otopsi, ini surat penting, sama dengan surat sebelumnya," kata Anam.
Anam juga berharap otopsi ini bisa memperkuat jalannya projusticia dalam kasus ini sebagaimana rekomendasi dari Komnas HAM.
"Otopsi ya harus projusticia guna kepentingan penegakan hukum," kata dia.
Sebelumnya, keluarga Pendeta Yeremia bersedia jenazah diotopsi dengan syarat dilakukan tim medis independen yang disetujui pihak keluarga.
Tak hanya itu, pihak keluarga mengajukan syarat lain berupa otopsi harus dilakukan secara adil dan transparan dengan pengamatan keluarga korban, kuasa hukum korban dan saksi, serta sejumlah lembaga independen.
Adapun lembaga independen yang dimaksud yakni Komnas HAM, Koalisi Penegakan Hukum dan HAM Papua, Amnesty International Indonesia, DPRD Kabupaten Intan Jaya, dan Persekutuan Gereja-Gereja Indonesia (PGI).
Pihak keluarga sempat menolak dilakukan otopsi karena alasan budaya. Warga setempat meyakini jenazah yang sudah dimakamkan, tidak boleh diangkat dari liang kuburnya.
Apabila jenazah diangkat lagi, menurut kepercayaan masyarakat setempat, akan menimbulkan musibah bagi keluarga almarhum.
"Otopsi terhadap jenazah ayah kami sangat bertentangan dengan budaya kami. Jika otopsi dilakukan akan terjadi hal buruk pada kami, dan ini tentunya akan menambah beban kami lagi," kata anak Pendeta Yeremia, Rode Zanambani, melalui keterangan tertulis, 11 November 2020.
Selain itu, keluarga menilai, keterangan saksi termasuk warga sekitar, keterangan ahli, petunjuk, dan barang bukti, dirasa cukup untuk mengungkap perkara tersebut.
Dalam kasus ini, ada dugaan keterlibatan aparat seperti tertuang dalam laporan hasil investigasi Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) Intan Jaya dan Komnas HAM.
TGPF yang dibentuk pemerintah itu mengungkapkan adanya keterlibatan aparat dalam penembakan Pendeta Yeremia. Namun, TGPF masih membuka kemungkinan dilakukan oleh pihak ketiga.
Sementara itu, menurut temuan Komnas HAM, pelaku langsung penyiksaan dan/atau pembunuhan di luar proses hukum (extrajudicial killing) terhadap Pendeta Yeremia diduga adalah oknum petinggi TNI Koramil Hitadipa.
https://nasional.kompas.com/read/2021/02/15/13152221/komnas-ham-harap-jenazah-pendeta-yeremia-secepatnya-diotopsi