Budi juga mengatakan, pihaknya akan menggunakan data Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai acuan untuk program vaksinasi Covid-19.
Alasannya, KPU baru saja menggelar Pilkada 2020 sehingga data yang ada masih aktual dengan kondisi masyarakat di daerah.
Selain itu, Budi juga menyebut sudah kapok menggunakan data Kementerian Kesehatan yang tidak sesuai dengan fakta di lapangan.
"Saya akan perbaiki strategi vaksinasinya supaya tidak salah atau bagaimana. Saya sudah kapok, saya tidak mau lagi memakai data Kemenkes," ujar Budi dikutip dari acara "Vaksin dan Kita" yang diselenggarakan Komite Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah Jawa Barat, yang ditayangkan kanal YouTube PRMN SuCi, Jumat (22/1/2021).
"Saya ambil datanya KPU. Sudahlah itu KPU manual kemarin baru pemilihan (pilkada), itu kayaknya yang paling current. Ambil data KPU base-nya untuk masyarakat," lanjutnya.
Sebelum menyampaikan pernyataan itu, Budi menceritakan penyebabnya merasa kapok dengan data Kemenkes.
Awalnya, dia pernah diberi data jumlah puskesmas dan rumah sakit (RS) dari pendataan Kemenkes.
Berdasarkan data itu, secara agregat disebutkan jumlah total puskesmas dan RS cukup untuk melaksanakan vaksinasi Covid-19 secara nasional.
"(Disebutkan) RS pemerintah saja, tidak usah melibatkan pemda, tidak usah bikin dengan RS swasta cukup. Ah, saya kapok. Saya enggak percaya data nasional," ungkap Budi.
Dia lantas menelusuri data sarana kesehatan, mulai dari tingkat nasional, provinsi, hingga kabupaten/kota.
Dari penelusuran itu baru terungkap bahwa sarana kesehatan yang ada tidak mencukupi untuk pelaksanaan vaksinasi.
"Itu 60 persen, tidak cukup. Karena kalau di Bandung yang RS dan puskesmas penuh (jumlahnya banyak) pasti bisa. Tetapi, begitu di Puncak Jaya, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, baru 3.000 hari atau delapan tahun (vaksinasi selesai)," tegas Budi.
"Jadi sekarang saya sudah lihat by kabupaten/kota strategi vaksinasinya. Maka, kami akan perbaiki stateginya," tambahnya.
Sudah bahas
Sementara itu, Komisioner KPU Viryan Azis mengatakan, Kemenkes dan KPU sudah membahas terkait penggunaan data pilkada untuk pelaksanaan vaksinasi.
"KPU prinsipnya siap mendukung upaya itu. Sudah ada sekali pertemuan daring antara KPU dengan Kemenkes membahas perihal data pemilih," ujar Viryan kepada Kompas.com, Jumat (22/1/2021).
Ia menambahkan, pembahasan lebih lanjut soal teknis penggunaan data pemilih akan dibahas pada pertemuan selanjutnya.
Komisioner KPU Hasyim Asyari menyebut rencana Kemenkes menggunakan data pihaknya menjadi bukti bahwa ada kepercayaan publik terhadap sistem pendataan yang dilakukan KPU.
Hasyim mengatakan, ini bukan kali pertama data KPU digunakan oleh pihak lain. Kementerian lain, seperti Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB) serta Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), juga menggunakan data itu.
Namun, dari total angka tersebut, sebanyak 27.000 tenaga kesehatan batal ataupun ditunda penerimaan vaksinnya.
Nadia mengatakan, batal atau ditundanya pemberian vaksin pada tenaga kesehatan itu disebabkan beberapa alasan.
Mulai dari tingginya tekanan darah saat proses screening, penyintas Covid-19, ataupun sedang menyusui.
"Kami sampaikan proses vaksinasi ini juga akan terus berjalan pada seluruh tenaga kesehatan dan diharapkan hingga Februari kami bisa mencapai target 1,47 tenaga kesehatan," ujarnya.
Adapun tenaga kesehatan yang masih belum terdaftar sebagai penerima vaksin bisa mendaftarkan vaksinasinya melalui sistem informasi satu data vaksinasi covid-19.
Caranya, dengan mendaftarkan secara berjenjang, mulai dari verifikasi dinas kesehatan kabupaten/kota, kemudian nanti akan disampaikan kepada Kementerian Kesehatan.
"Harapan kami, update daripada data petugas kesehatan yang belum terdaftar tersebut dapat segera kami terima dalam jangka waktu sesingkat-singkatnya," ucap dia.
Sebagaimana diketahui, proses vaksinasi Covid-19 di Indonesia sudah dimulai sejak 13 Januari 2021.
Dalam proses awal tersebut, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi orang yang pertama kali divaksin Covid-19.
Saat ini proses vaksinasi sudah mulai dilakukan di seluruh penjuru Tanah Air.
Vaksin akan diprioritaskan untuk tenaga kesehatan sebagai garda terdepan dalam penanganan Covid-19.
Tahapan vaksinasi
Sebelumnya, Menkes Budi menyatakan, pemerintah akan melakukan pemberian vaksin Covid-19 kepada masyarakat secara bertahap.
Budi menyebutkan, kelompok masyarakat yang utama akan mendapatkan pemberian vaksin Covid-19 ini adalah tenaga kesehatan (nakes) yang berjumlah 1,3 juta di semua provinsi. Vaksinasi terhadap nakes ditargetkan tuntas dalam waktu tiga bulan.
Sebagai tahap lanjutan yaitu tahap kedua, vaksinasi akan diberikan kepada 17,4 juta petugas publik.
Pada tahap ketiga program vaksinasi Covid-19 di Indonesia, pemberian vaksin akan dilanjutkan kepada masyarakat kategori usia lanjut (lansia).
Berdasarkan data dihimpun Kemenkes, masyarakat lansia di atas 60 tahun di Indonesia yang akan diberikan vaksin berjumlah sekitar 21,5 juta orang.
Namun, kata Budi, diperlukan waktu untuk memastikan bahwa vaksin corona yang bisa digunakan nanti bisa berlaku untuk usia di atas 60 tahun.
Untuk tahap pemberian vaksinasi Covid-19 tahap terakhir adalah masyarakat secara umum di luar ketiga kategori yang telah disebutkan sebelumnya.
Akan tetapi, jika vaksin Covid-19 yang diberikan adalah vaksin Sinovac maka masyarakat umum dalam kategori ini adalah mereka yang rentang usianya 18-59 tahun.
Dengan catatan, masyarakat penerima vaksin Covid-19 pada usia ini, kecuali orang dengan penyakit komorbid, wanita hamil, dan pasien yang pernah terinfeksi Covid-19.
"Yang masuk dalam eksekusi vaksinasi adalah berjumlah 181 juta rakyat," tutur Menkes.
https://nasional.kompas.com/read/2021/01/25/07081371/saat-menkes-budi-lebih-percaya-data-kpu-ketimbang-kemenkes