Salin Artikel

Anggap UU ITE Ancam Kebebasan Berpendapat, SAFEnet Taruh Harapan pada Komnas HAM

JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Sub Divisi Paguyuban Korban UU ITE SAFEnet Muhammad Arsyad menaruh harapan kepada Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) untuk bergerak melawan kejanggalan yang ada di Undang-Undang (UU) Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Arsyad melihat Komnas HAM bisa menjadi organ penyaring dalam peningkatan proses penyelidikan ke penyidikan di kepolisian pada setiap kasus berkaitan dengan UU ITE.

"Kenapa? Karena kami melihat Komnas HAM adalah satu lembaga yang punya kewenangan untuk melihat apakah orang-orang yang diduga melakukan tindak pidana UU ITE menggunakan haknya sebagai warga negara untuk berpendapat dan berekspresi," kata Arsyad dalam Webinar Kebijakan Pidana di Ruang Siber bertajuk "Membaca Putusan Jerinx: Bahaya UU ITE Berlanjut" Jumat (4/12/2020).

Menurut dia, hal ini perlu dilakukan Komnas HAM karena selama ini, UU ITE dinilai mengancam kebebasan berpendapat yang ada di dalam HAM.

Ia mengambil contoh kasus yang menjerat I Gede Ari Astina alias Jerinx terkait "IDI Kacung WHO". Jelas Arsyad, Jerinx menjadi salah satu dari sekian banyak korban UU ITE yang menurut dirampas kebebasan berpendapatnya.

Padahal, ia melihat bahwa pasal yang dikenakan terhadap Jerinx yaitu ujaran kebencian, tidak tergambarkan dalam postingan tersebut.

"Tetapi pendapat terkait apa yang dilakukan atau apa kebijakan yang dilakukan pemerintah. Pendapat masyarakat terkait kebijakan pemerintah atau kritikan masyarakat terhadap kebijakan. Malah dianggap sebagai ujaran kebencian kepada profesi dokter," terang dia.

Untuk itu, ia berharap agar Komnas HAM dapat bertugas untuk menyaring peningkatan proses penyelidikan ke penyidikan.

Selain itu, Arsyad juga berharap agar pemerintah dan DPR mencabut pengaturan pidana pasal karet dalam UU ITE.

"Mengapa harus dicabut? Karena semua pasal-pasal pidana di UU ITE sudah ada di KUHP. Pornografi sudah ada di UU Pornografi, pencemaran nama baik sudah ada di KUHP, ujaran kebencian sudah ada di KUHP. Kenapa lantas lebih marak dilakukan di UU ITE? Karena proses meningkatkan status lidik ke sidik itu sangat mudah," tuturnya.

Arsyad memberi contoh bagaimana pengadilan mengambil bukti seseorang dapat terjerat pasal karet UU ITE.

Ia mengatakan, pengadilan dapat menjadikan unggahan postingan seseorang di internet sebagai barang bukti.

"Itu sudah satu alat bukti. Lalu ditambah ahli dari persidangan yang bisa juga tidak kredibel menurut kami. Sudah menjadi dua alat bukti. Jadi langsung meningkat statusnya," ucapnya.

Sebelumnya, pasal karet dalam pasal 28 ayat 2 UU ITE telah menjerat Jerinx pada kasus "IDI Kacung WHO".

Drummer band Superman Is Dead itu dinyatakan bersalah oleh Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Majelis hakim PN Denpasar menjatuhkan vonis hukuman satu tahun dua bulan penjara dan denda Rp 10 juta kepada Jerinx, Kamis (19/11/2020)

Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakin Jerinx terbukti bersalah melakukan tindak pidana yang diatur dalam Pasal 28 ayat 2 dan Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

https://nasional.kompas.com/read/2020/12/05/08594061/anggap-uu-ite-ancam-kebebasan-berpendapat-safenet-taruh-harapan-pada-komnas

Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke