“Kesadaran awal ketika saya memberikan mandat kepada Bapak Joko Widodo adalah komitmen ideologis yang berpangkal dari kepemimpinan Trisakti. Suatu komitmen untuk menjalankan pemerintahan negara yang berdaulat, berdikari, dan berkepribadian. Konsepsi ini adalah jawaban atas realitas Indonesia yang begitu tergantung dengan bangsa lain.”
Demikian pesan Presiden RI ke-5 dan Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri dalam pengantar buku Gubernur dan Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Olly Dondokambey berjudul Membumikan Trisakti Melalui Nawacita.
Buku itu ditulis 16 September 2015, lima tahun lalu atau hampir satu tahun setelah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden (waktu itu) Jusuf Kalla serta kabinet Kerja memerintah negeri ini.
Dalam pesannya lima tahun lalu itu, Megawati mengingatkan agar pemerintahan Joko Widodo menciptakan kemandirian bidang ekonomi dan mencegah jangan sampai terjadi krisis kedaulatan bidang pangan.
Dalam bukunya berjudul Tetap Waras Jangan Ngeres-Politik Bernegara di Masa Pandemi yang diluncurkan Selasa 10 November 2020, dua pekan lalu, Ketua Majelis Permusywaratan Rakyat (MPR) Bambang Soesatyo (Bamsoet) juga menegaskan tentang perlunya mewaspadai tentang ketersediaan bahan pangan oleh pemerintah.
Peringatan dari Mega dan Bamsoet ini nampaknya bukan hal enteng di saat pagebluk virus Corona ini.
“Belum lama ini, Presiden sendiri mengungkapkan terjadinya defisit bahan kebutuhan pokok di sejumlah daerah atau provinsi. Kalau hal ini harus disuarakan langsung oleh Presiden, tentu karena para pembantu presiden dan kepala daerah terlambat menangani persoalan,” ujar Bamsoet.
“Krisis kesehatan dan krisis ekonomi dalam waktu bersamaan tidak boleh terjadi,” kata Bamsoet di bagian lain dalam bukunya.
Kita kembali ke pesan Megawati. Menurut Megawati, secara konseptual Joko Widodo sudah mewadahi konsep Trisakti Soekarno lewat Namawacita.
Persoalannya, menurut Megawati, realisasinya masih harus dan terus menerus berproses. Kita jangan patah arang dan patah semangat, perubahan itu tidak harus datang dalam semalam atau sekejap, tetapi butuh proses panjang. Di sana-sini masih banyak ketimpangan yang meleset dari nilai-nilai Trisakti.
Ajaran Tri Sakti Bung Karno, kata Mega, adalah, berdaulat dalam politik, berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Dikatakan, Presiden RI Joko Widodo, misalnya, menjadikan nukleus dari ajaran Trisakti Soekarno sebagai “tulang punggung“ dari program kebijakan yang dirancangnya sejak Pilpres 2014.
“Kita tahu, Nawacita Joko Widodo merupakan penjabaran dari Trisakti itu sendiri. Nawacita adalah turunan langsung dari konsep Trisakti Soekarno. Kita tahu pula, Nawacita yang merujuk utuh pada Trisakti, meningkatkan elektabilitas Joko Widodo saat itu,“ kata Megawati.
Kontrol Jokowi
Karena itu, tutur Megawati, adalah suatu yang lumrah jika massa atau rakyat Indonesia mengontrol pemerintah Jokowi dengan alat ukur Trisakti itu juga.
“Keberhasilan Joko Widodo ditimbang berdasarkan kapabilitasnya dalam mentransfer dan merealisasikan pokok-pokok Trisakti,” tegas Mega.
“Keberhasilan Joko Widodo ditentukan oleh kebijakan atau program yang mengarahkan bangsa -negara Indonesia pada kedaulatan poltik, kemandirian ekonomi, dan kepribadian dalam kebudayaan,” kata Mega.
Lebih jauh, jelas Mega, keberhasilan kebijakan dan program pemerintahan Joko Widodo ditentukan oleh pencapaian pada hal-hal intrinsik dan luhur dari konsep Trisakti: pro-rakyat.
“Ekonomi, politik dan kebudayaan dalam kosep Trisakti melibatkan partisipasi rakyat, bertujuan sepenuh-penuhnya bagi kepentingan rakyat, menolak segala bentuk imperialisme, termasuk kapitalisasi asing, dan sebagainya,” tuturnya.
“Saya dalam berbagai pidato kebangsaan selalu menekankan supaya Trisakti dibumikan sebagai obat bagi persoalan bangsa. .....Kita sebagai bangsa, masih jauh dari negara yang berdaulat di bidang politik,” ucap Mega.
“Dalam bidang ekonomi, krisis kedaulatan pangan, kemampuan produksi yang terus merosot, perubahan iklim, rendahnya kepedulian politik pemerintah pada sektor pertanian dan kelautan, kontrol oleh segelintir pengusaha yang berperilaku seperti kartel terhadap sejumlah komoditas kunci, ketergantungan Indonesia yang semakin ekstrem pada produk pangan luar negeri adalah beberapa contoh ketidakmandirian dalam bidang ekonomi,” demikian Mega.
Ketidakmandirian ekonomi ini, bagi Megawati, dapat membawa bangsa Indonesia pada krisis. ”Krisis yang satu belum selesai, sudah datang menimpa krisis yang baru,” ujarnya.
“Saya juga mencermati, bahwa sedang terjadi krisis budaya bangsa,” ujar Mega lebih lanjut.
“Krisis ini berupa rendahnya perhatian generasi muda terhadap seni budaya bangsa yang lebih terpikat pada budya asing, hilangnya nilai-nilai khas bangsa seperti gotong-royong,” tambahnya lagi.
Kini pemerintahan Presiden Joko Widodo telah melewati kemenangan pemilihan presiden 2019 dan memasuki tahun pertama pemerintahan kedua.
Memasuki periode kedua ini Indonesia berhadapan dengan pagebluk covid-19, virus Corona yang tidak terlihat oleh mata telanjang manusia.
Nawacita, Trisakti, sudah semakin sayup-sayup diucapkan oleh istana kepresidenan.
Apakah pesan Mega ini masih berlaku sebagai pesan? Atau harus ditanyakan kepada rumput bergoyang?
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/24/12012961/pesan-megawati-kepada-presiden-joko-widodo-lima-tahun-lalu