JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi untuk Etika Media Sosial merumuskan sembilan risiko prioritas yang rentan terjadi dalam pelaksanaan kampanye di media sosial untuk pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2020.
Program Officer Perludem Mahardika mengatakan, kesembilan risiko prioritas rentan tersebut memiliki gap paling besar dengan regulasi yang ada dan berpengaruh terhadap kredibilitas demokrasi.
Dari kesembilan risiko rentan tersebut, persoalan hoaks, berita palsu, dan disinfomrasi menjadi risiko prioritas pertama.
"Jadi materi sengaja dibuat-buat dan disamarkan sebagai kebenaran yang bertujuan untuk menurunkan integritas dan kredibilitas," kata Dika dalam diskusi bertajuk Publik: Media Sosial dan Pilkada 2020 secara virtual, Minggu (22/11/2020).
Kedua, misinformasi atau informasi keliru yang tidak dimaksudkan untuk menyesatkan. Tak jarang misinformasi ini berkaitan dengan legitimasi atau kepercayaan terhadap penyelenggara pemilu.
Selanjutnya, perilaku non-otentik yang terkoordinasi, seperti menggunakan akun palsu dengan tujuan untuk menyesatkan pengguna media sosial.
"Keempat, kampanye hitam yang terkoordinasi lebih pada menjatuhkan personal seseorang untuk merusak reputasi," kata dia.
Risiko rentan kelima adalah soal penggunaan sistem yang simulasikan manusia untuk mengarahkan topik yang sedang tren.
Lalu adanya dorongan terhadap influencer untuk mengarahkan terhadap isu tertentu.
Ketujuh adanya aliran dana kampanye yang tak transparan, khususnya terkait belanja iklan di media sosial yang memungkinkan penargetan mikro.
Berikutnya, promosi atmosfer polarisasi dan kesembilan penggunaan akun palsu.
"Regulasi yang ada belum memadai untuk 9 risiko ini. Di dalam Peraturan KPU (PKPU), pengaturan kampanye di media sosial masih teknis, pengaturan soal pendaftaran akun, waktu larangan iklan dan sebagainya. Dari situ kami lihat ada gap regulasi," ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/22/14313621/koalisi-rumuskan-9-risiko-rentan-saat-kampanye-di-media-sosial