Salin Artikel

Kisah Pilu Habisnya Hutan Adat di Papua demi Perluasan Lahan Kelapa Sawit...

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua marga Kinggo dari Suku Mandobo, Petrus Kinggo begitu menyesali perbuatannya enam tahun lalu yang kemudian mengubah nasib marganya untuk selamanya.

Pasalnya, ia turut berperan memuluskan langkah anak usaha perusahaan sawit asal Korea Selatan, Korindo Group, untuk melakukan ekspansi kebun sawit di Boven Digoel dengan menjadi "koordinator" bagi 10 marga.

Karena peran Petrus, hutan adat miliknya dan marga lainnya kini berubah menjadi area konsesi anak usaha Korindo, PT Tunas Sawa Erma (TSE).

Petrus berperan mempengaruhi marga-marga lain supaya mau melepas hutan adat mereka, kala itu.

"Itu saya mewakili 10 marga, percayakan kami supaya mempengaruhi marga-marga yang lain supaya bisa ada pelepasan, ada pengakuan, supaya dia bisa ada hak guna usaha," kata Petrus dalam sebuah berita investigasi BBC yang terbit Kamis (12/11/2020).

Iming-iming perusahaan

Petrus mengaku, ia tergiur akan iming-iming perusahaan hendak membiayai pendidikan anaknya.

Tak hanya itu, cerita dia, perusahaan mengiming-iminginya rumah, sumur air bersih hingga genset.

"Bapak nanti kami kasih honor, upah. Bapak sebagai koordinator nanti biaya pendidikan (anak) ditanggung perusahaan, nanti ada rumah-rumah bantuan, sumur air bersih, nanti (ada) genset," kenang Petrus menirukan janji manis perusahaan tersebut.

"Jadi anak anak sampai biaya sekolah lanjutan itu nanti ditanggung perusahaan. Cuma itu bicara semua, tetapi tidak ada dalam tertulis," ucap pria berusia 41 tahun tersebut.

Petrus pun akhirnya berhasil mempengaruhi marga pemilik ulayat agar mau melepas hutan adat mereka pada 2015.

Ganti rugi Rp 100.000 per hektar

Hutan adat itu pun dilepas dengan harga ganti rugi Rp 100.000 untuk tiap hektar. Marga pemilik ulayat itu rela melepas hutan adatnya dan menerima uang ganti rugi tersebut.

Sejak saat itu, hutan adat mereka lepas dan kini menjadi area PT Tunas Sawa Erma POP-E seluas lebih dari 19.000 hektar.

Lalu berapa uang yang Petrus dapatkan? Ia berujar, telah menerima Rp 488.500.000 untuk pelepasan hak atas tanah hutan adat milik marga Kinggo seluas 4.885 hektar.

Tak sampai di situ, tambah Petrus, Korindo juga memberikan "uang permisi" sebanyak Rp 1 miliar. Uang itu dibagikan kepada sembilan marga, usai satu marga pada akhirnya menolak kesepakatan tersebut.

Petrus mengaku, uang yang ia terima lalu dibagikan kepada seluruh keluarga semarganya, yaitu marga Kinggo.

Dari uang ratusan juta itu, Petrus hanya mengantongi Rp 10 juta. Uang itu pun kini telah habis digunakan untuk membiayai pendidikan delapan anaknya.

"Uangnya su tidak ada, kosong," ucap dia.

Bantahan Korindo

Berdasarkan investigasi BBC, Korindo menjelaskan bahwa pihaknya telah membayar sejumlah uang ganti rugi, masing-masing Rp 100.000 per hektar untuk ganti rugi pohon dan lahan.

"Jumlah dari kedua ganti rugi adalah Rp 200.000," kata Manajer Humas Korindo, Yulian Mohammad Riza dalam keterangan tertulis yang diterima BBC.

Yulian menegaskan, kesepakatan lahan itu juga sudah sesuai dengan regulasi di Indonesia. Ia juga menjelaskan bahwa harus dipahami terkait kepemilikan legal atas tanah terletak pada pemerintah Indonesia, bukan masyarakat adat yang memegang "hak ulayat" atas tanah.

"Pemerintah, bukan penduduk asli, memberikan izin untuk jangka waktu 35 tahun dan kepemilikan legal atas tanah tidak ada hubungannya dengan masyarakat adat," kata dia.

Petrus yang mengetahui jawaban tersebut pun merasa dicurangi. Pasalnya, ia menganggap hutan adat itu sebagai "hak dan wilayah kehidupan" masyarakat di Boven Digoel.

Akan tetapi, hutan adat tentunya tak bisa dikembalikan seperti semula.

Padahal, hutan Papua tempat Petrus tinggal merupakan salah satu hutan hujan yang tersisa di dunia dengan keanekaragaman hayati tinggi. Hutan Papua ini memiliki lebih dari 60 persen keragaman hayati Indonesia.

Korindo diketahui telah membuka hutan Papua lebih dari 57.000 hektar atau hampir seluas Seoul, ibu kota tempat perusahaan itu berasal.

Namun yang lebih menyakitkan adalah, berdasarkan investigasi yang dirilis BBC, pembukaan hutan untuk perluasan lahan kelapa sawit itu, dilakukan dengan cara membakar dengan sengaja dan konsisten.

Upaya rekonsiliasi

Petrus mengaku bersalah dan menanggung beban akibat perbuatannya yang menyerahkan hutan adatnya beserta hutan adat marga lain untuk perluasan lahan kelapa sawit.

Perbuatan itu, diakuinya mengubah nasib hutan adat tempat kehidupan mereka selama-lamanya.

"Kalau menurut iman, saya berdosa, kan saya sudah tipu sepuluh marga. Terutama kepentingan perusahaan bikin kita sampai (melakukan) manipulasi saja sebenarnya," aku Petrus.

"Saya sudah rasa bersalah di situ, ini sudah tipu." ucapnya.

Sebagai upaya rekonsiliasi, Petrus pun kini memutuskan untuk berjuang mempertahankan hutan adatnya yang ia anggap sebagai wilayah kehidupan.

Kepada BBC, ia berjanji bahwa akan menolak berbagai cara yang dilakukan perusahaan untuk mengelabuinya kembali, termasuk apabila perusahaan menggunakan bantuan aparat.

"Kami pertahankan ini wilayah kehidupan, perusahaan (lakukan) berbagai cara pun tidak bisa. Bukan caranya setelah izin (keluar) back up dengan polisi-tentara supaya menakuti masyarakat. Sebenarnya ini manipulasi saja, jadi kami tidak terima," tutur Petrus.

https://nasional.kompas.com/read/2020/11/13/05170081/kisah-pilu-habisnya-hutan-adat-di-papua-demi-perluasan-lahan-kelapa-sawit

Terkini Lainnya

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Orang Dekat Prabowo-Jokowi Diprediksi Isi Kabinet: Sjafrie Sjamsoeddin, Dasco, dan Maruarar Sirait

Nasional
Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang 'Hoaks'

Prabowo Diisukan Akan Nikahi Mertua Kaesang, Jubir Bilang "Hoaks"

Nasional
Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok 'Kepedasan' di Level 2

Momen Jokowi dan Menteri Basuki Santap Mie Gacoan, Mentok "Kepedasan" di Level 2

Nasional
Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Ditolak Partai Gelora Gabung Koalisi Prabowo, PKS: Jangan Terprovokasi

Nasional
Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Kapolri Bentuk Unit Khusus Tindak Pidana Ketenagakerjaan, Tangani Masalah Sengketa Buruh

Nasional
Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Kapolri Buka Peluang Kasus Tewasnya Brigadir RAT Dibuka Kembali

Nasional
May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

May Day 2024, Kapolri Tunjuk Andi Gani Jadi Staf Khusus Ketenagakerjaan

Nasional
Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Jumlah Menteri dari Partai di Kabinet Prabowo-Gibran Diprediksi Lebih Banyak Dibanding Jokowi

Nasional
Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran 'Game Online' Mengandung Kekerasan

Menparekraf Ikut Kaji Pemblokiran "Game Online" Mengandung Kekerasan

Nasional
Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi 'May Day', Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Jokowi di NTB Saat Buruh Aksi "May Day", Istana: Kunker Dirancang Jauh-jauh Hari

Nasional
Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi 'May Day' di Istana

Jokowi di NTB Saat Massa Buruh Aksi "May Day" di Istana

Nasional
Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Seorang WNI Meninggal Dunia Saat Mendaki Gunung Everest

Nasional
Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Kasus Korupsi SYL Rp 44,5 Miliar, Bukti Tumpulnya Pengawasan Kementerian

Nasional
Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Keterangan Istri Brigadir RAT Beda dari Polisi, Kompolnas Tagih Penjelasan ke Polda Sulut

Nasional
Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Jokowi: Selamat Hari Buruh, Setiap Pekerja adalah Pahlawan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke