Informasi itu terungkap dalam surat dakwaan kasus tersebut, di mana disebutkan Irjen Napoleon Bonaparte meminta Rp 7 miliar kepada Djoko Tjandra untuk "petinggi kita".
"Perpres tersebut bisa dijadikan landasan untuk KPK melakukan penyelidikan baru," kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana ketika dihubungi Kompas.com, Selasa (3/11/2020).
Perpres yang dimaksud adalah Peraturan Presiden Nomor 102 Tahun 2020 tentang Supervisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut Kurnia, KPK dapat menanyakan terlebih dahulu kepada aparat penegak hukum lain perihal informasi permintaan uang dari Napoleon untuk petinggi tersebut.
Kemudian, ia menilai, KPK perlu memulai penyelidikan baru apabila menemukan potensi.
"Karena ini prosesnya sangat lama di penegak hukum lain, maka sudah menjadi urgensi bagi KPK untuk bisa masuk ke dalam," tuturnya.
"KPK menanyakan terlebih dahulu kepada penegak hukum lain konteksnya seperti apa, jika memang ada hal-hal yang terkesan ditutup-tutupi oleh penegak hukum lain, maka KPK harus take over (memulai penyelidikan baru) kasus tersebut," ucap Kurnia.
Diberitakan, Irjen Napoleon Bonaparte disebut meminta uang dari Djoko Tjandra untuk pihak yang disebut sebagai "petinggi kita".
Dilansir dari Antara, hal itu tertuang dalam surat dakwaan yang dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (2/11/2020).
"Terdakwa Irjen Napoleon Bonaparte tidak mau menerima uang dengan nominal tersebut dengan mengatakan, 'Ini apaan nih segini, enggak mau saya. Naik, Ji, jadi 7, Ji, soalnya kan buat depan juga, bukan buat saya sendiri. Yang nempatin saya kan beliau', dan berkata 'Petinggi kita ini'," ucap jaksa penuntut umum Zulkipli saat sidang.
Uang itu diminta Napoleon sebagai imbalan untuk membantu Djoko Tjandra agar status buron kelas kakap itu terhapus dari daftar pencarian orang (DPO).
Akan tetapi, Polri mengeklaim bahwa pernyataan Irjen Napoleon Bonaparte yang meminta jatah untuk "petinggi kita" tersebut tidak ada dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
"Faktanya yang bersangkutan (Napoleon) sewaktu diperiksa menjadi tersangka oleh penyidik, kalimat itu tidak ada, jawaban itu tidak ada,” kata Kepada Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigjen (Pol) Awi Setiyono di Gedung Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Selasa (3/11/2020).
Menurut Awi, jaksa penuntut umum (JPU) berhak memeriksa tersangka apabila ada yang perlu didalami saat membuat surat dakwaan.
Ia pun mempertanyakan mengapa Napoleon tidak mengungkapkan hal tersebut ketika diperiksa oleh penyidik sebagai tersangka.
Awi mengungkapkan, penyidik dipastikan akan mendalami informasi apabila diungkapkan saat pemeriksaan.
Dia menuturkan, pihaknya akan melihat proses persidangan lebih lanjut.
https://nasional.kompas.com/read/2020/11/04/10374201/icw-minta-kpk-telusuri-soal-petinggi-kita-di-kasus-red-notice-djoko-tjandra