Menurut Nabiyla, klaim Menaker soal kompensasi untuk pekerja yang masa kontraknya berakhir belum memiliki perhitungan dan mekanisme yang jelas.
"Masih terlalu prematur untuk bilang bahwa uang kompensasi ini akan menguntungkan bagi pekerja kontrak," ujarnya saat dihubungi, Selasa (20/10/2020).
Ketentuan mengenai kompensasi bagi pekerja kontrak itu diatur dalam Pasal 61A Bab IV tentang Ketenagakerjaan di UU Cipta Kerja.
Pasal 61A ayat (1) menyatakan pengusaha wajib memberikan yang kompensasi kepada pekerja/buruh ketika perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) berakhir. Ayat 2 menyebutkan, uang kompensasi diberikan sesuai masa kerja pekerja.
Namun, ketentuan lebih lanjut mengenai uang kompensasi itu akan diatur dalam peraturan pemerintah (PP).
Sementara untuk proses pembuatan PP, pemerintah memiliki waktu yang sangat sempit yaitu maksimal 3 bulan. Nabila menyangsikan PP tersebut bisa mewakili aspirasi buruh.
Kendati demikian, ia tetap berharap berbagai peraturan turunan klaster ketenagakerjaan berpihak pada kepentingan pekerja.
"Hal ini hanya akan bisa terjadi kalau pembuatan PP dilakukan secara transparan dan melibatkan semua stakeholder terkait," katanya.
Alih-alih menguntungkan, Nabila menyatakan bahwa yang nampak nyata di UU Cipta Kerja justru berkurangnya perlindungan terhadap pekerja kontrak.
Hal ini tercermin dari diubahnya ketentuan dalam Pasal 59 UU Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang membatasi jangka waktu pekerja kontrak.
Pasal 59 UU Ketenagakerjaan membatasi masa kerja kontrak selama dua tahun dengan maksimal perpanjangan satu tahun. Ketentuan ini dihapus dalam UU Cipta Kerja dan selanjutnya akan diatur dalam PP.
"Dengan dihapuskannya batas waktu ini, maka peralihan dari pekerja kontrak ke pekerja tetap menjadi sulit terjadi. Hal ini tentu merugikan bagi pekerja kontrak sendiri," kata Nabiyla.
Sebelumnya, Menaker Ida Fauziyah mengatakan ada beberapa keuntungan yang bisa didapatkan para pekerja kontrak dalam UU Cipta Kerja, terutama terkait perlindungan pekerja saat menjadi korban pemutusan hubungan kerja (PHK).
Dikatakan Ida, pekerja dengan status kontrak akan mendapatkan kompensasi jika terkena PHK.
Dalam aturan lama di UU Ketenagakerjaan, kompensasi hanya diberikan untuk pekerja yang berstatus karyawan tetap lewat skema pesangon.
"Oh, ada (keuntungan pekerja kontrak di UU Cipta Kerja). Dulu, PKWT itu tidak ada kompensasi kalau berakhir masa kerjanya. Sekarang, kalau kontrak berakhir, dia mendapat kompensasi," kata Ida dikutip dari Harian Kompas, Senin (19/20/2020).
Dengan kewajiban membayar kompensasi, perusahaan atau pengusaha akan berpikir dua kali untuk memberhentikan karyawan kontrak.
Selama ini banyak kasus perusahaan memecat pekerja kontrak kapan saja, baik karena alasan efisiensi maupun kinerja karyawan yang tak sesuai harapan.
Menurut Ida, dengan adanya kompensasi di UU Cipta Kerja bagi pekerja yang berstatus kontrak PKWT, pekerja atau buruh akan mendapatkan perlindungan lebih besar dari negara.
"Pengusaha akhirnya berpikir, mau saya kontrak terus-terusan pun, tetap saja saya harus bayar pesangon. Ini sebenarnya bentuk perlindungan yang tidak kita atur di UU sebelumnya," ucap Ida.
"Pada prinsipnya, RUU ini ingin melindungi semua pekerja. Kelompok pekerja yang eksis, kelompok pencari kerja, dan kelompok pekerja pada sektor UMKM," imbuhnya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/20/19463671/pernyataan-menaker-soal-uu-cipta-kerja-untungkan-pekerja-kontrak-dinilai