Salin Artikel

Serikat Pekerja Tolak Pengurangan Pesangon PHK dalam RUU Cipta Kerja

JAKARTA, KOMPAS.com – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak pengurangan nilai pesangon pemutusan hubungan kerja (PHK) dalam omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.

Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pesangon PHK diatur maksimal hingga 32 kali upah.

Sedangkan dalam RUU Cipta Kerja, penghitungan pesangon PHK diubah menjadi 19 kali upah ditambah 6 kali jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), sehingga totalnya menjadi 25 kali upah.

"Buruh menolak pengurangan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan," kata Presiden Said Iqbal dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Sabtu (3/10/2020).

Said Iqbal juga mempertanyakan sumber dana Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dalam membayar upah buruh.

Ia menilai skema pemberian pesangan oleh perusahaan dan pemerintah melalui JKP tidak masuk akal karena sumber dana yang tidak jelas.

“Dari mana BPJS mendapat sumber dananya? Dengan kata lain, nilai pesangon berkurang walaupun dengan skema baru yaitu 23 bulan upah dibayar pengusaha dan 9 bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan tidak masuk akal," kata dia.

“Karena tanpa membayar iuran, tapi BPJS membayar pesangon buruh 9 bulan," ujar Said Iqbal.

Sebelumnya, pemerintah dan DPR menyepakati pengurangan pesangon PHK melalui klaster ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja.

Pemerintah yang diwakili Staf Ahli Kemenko Perekonomian Elen Setiadi dan Sekjen Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengusulkan, penghitungan pesangon PHK diubah menjadi 19 kali upah ditambah 6 kali jaminan kehilangan pekerjaan (JKP), sehingga totalnya menjadi 25 kali upah.

"Dalam perkembangan dan memperhatikan kondisi saat ini, terutama dampak pandemi Covid-19, maka beban tersebut diperhitungkan ulang. Penghitungannya adalah sebagai berikut, yang menjadi beban pelaku usaha atau pemberi kerja maksimal 19 kali gaji ditambah dengan JKP sebanyak 6 kali," kata Elen dalam rapat kerja bersama Badan Legislasi DPR, Sabtu (3/10/2020).

JKP sepenuhnya dikelola oleh pemerintah. Elen menjelaskan, melalui JKP, pemerintah sekaligus memberikan manfaat berupa upscalling dan upgrading bagi pekerja yang di-PHK.

"Kalau di Undang-Undang existing (UU Ketenagakerjaan No 13/2003) hanya mendapatkan semacam uang saja. Nah, di JKP programnya tiga, yakni cash benefit, upscaling, upgrading," papar Elen.

Menurut dia, saat ini besaran pesangon PHK pekerja di Indonesia terbilang besar jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Ia membandingkan dengan Vietnam dan Malaysia.

Menurut Elen, hal ini menyebabkan investor berpikir ulang untuk berinvestasi di Indonesia.

"Kita adalah yang paling tinggi memberikan jaminan pesangon, 32 kali. Vietnam mungkin hanya berapa, Malaysia berapa. Karena itu, ini jadi pertimbangan orang masuk. Ketika saya (misalnya) investasi, karena ada satu dua hal saya nanti lakukan PHK pesangon, tidak cukup modal saya. Ini jadi pertimbangan," ujarnya.

Kendati demikian, Elen mengatakan bahwa ketentuan mengenai syarat PHK tetap merujuk pada UU Ketenagakerjaan. Dia mengatakan, tidak akan terjadi PHK massal tanpa alasan jelas.

Terhadap usul pemerintah tersebut, mayoritas fraksi di DPR akhirnya setuju. Hanya Fraksi PKS dan Fraksi Partai Demokrat yang menolak.

Ketua Baleg DPR, Supratman Andi Agtas, sempat menanyakan kembali sikap pemerintah soal usulan tersebut. Pemerintah bersikukuh.

"Pemerintah saya ingin tanya sekali lagi, apakah komposisi 19 kali plus 6 kali pemerintah tetap bertahan atau ingin mengubahnya?" kata Supratman.

"Pandangan pemerintah tetap 19 plus 6 JKP," ujar Elen. Supratman kemudian mengetuk palu tanda persetujuan.

https://nasional.kompas.com/read/2020/10/04/10113301/serikat-pekerja-tolak-pengurangan-pesangon-phk-dalam-ruu-cipta-kerja

Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

[POPULER NASIONAL] Prabowo Minta yang Tak Mau Kerja Sama Jangan Ganggu | Yusril Sebut Ide Tambah Kementerian Bukan Bagi-bagi Kekuasaan

Nasional
Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke