JAKARTA, KOMPAS.com - Pakar hukum pidana Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar menilai maraknya pengurangan hukuman terpidana korupsi oleh Mahkamah Agung tak lepas dari revisi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Fickar berpendapat, revisi UU KPK membuat korupsi tidak lagi dianggap sebagai kejahatan luar biasa dan hal itu berpengaruh pada cara pandang para Hakim Agung.
"Situasi ini juga berpengaruh pada Hakim-Hakim Agung dalam memandang tindak pidana korupsi, sehingga komitmennya pada pemberantasan korupsi terdegradasi dan dengan mudah menurunkan hukumannya," kata Fickar, Kamis (1/10/2020).
Fickar menuturkan, anggapan korupsi tak lagi menjadi kejahatan luar biasa terlihat dari penempatan KPK sebagai lembaga rumpun eksekutif dalam revisi UU KPK.
Prioritas pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK pun digeser pada pencegahan, bukan lagi pada aspek penindakan.
"Jadi dengan gaya penindakan yang biasa-biasa saja dengan sendirinya dapat disimpulkan bahwa korupsi itu tindak pidana yang biasa-biasa saja seperti lainnya," kata Fickar.
Selain itu, menurut Fickar, pensiunnya Artidjo Alkostar juga memberikan pengaruh. Saat masih menjabat sebagai Hakim Agung, Artijo lebih sering menambah hukuman bagi para koruptor.
Fickar pun mengusulkan agar Komisi Yudisial mendapat wewenang untuk mengawasi ketat para hakim agung.
Sebab, ada potensi koruptor menggunakan segala cara untuk mengurangi hukumannya termasuk dengan cara menyuap para Hakim Agung.
"Jika perlu bisa bekerja sama dengan KPK untuk menyadap para Hakim Agung, terutama yang menangani korupsi karena sangat mungkin pengurangan itu terjadi karena adanya suap, KY sendiri punya kewenangan menyadap," kata Fickar.
Fickar menegaskan, para hakim agung yang terbukti menerima suap dalam memutus korupsi harus dihukum lebih berat.
"Kalau perlu maksimal seunur hidup seperti eks Ketua MK Akil Mochtar," kata dia.
Dalam beberapa waktu terakhir, MA telah mengabulkan peninjauan kembali sejumlah terpidana korupsi dan memotong masa hukuman mereka.
KPK mencatat sedikitnya ada 20 terpidana korupsi yang mendapat pemotongan hukuman setelah PK dikabulkan MA.
Putusan terbaru, MA mengabulkan PK yang diajukan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dan mengurangi hukumannya dari 14 tahun penjara pada tingkat kasasi menjadi 8 tahun penjara.
Putusan PK Anas tersebut memperpanjang daftar terpidana korupsi yang hukumannya dipotong oleh MA.
https://nasional.kompas.com/read/2020/10/01/17552781/pengurangan-hukuman-koruptor-oleh-ma-dinilai-terkait-dengan-revisi-uu-kpk