Oleh sebab itu, Mahfud mengatakan, kementeriannya menginiasi pembuatan Kesepakatan Bersama Penanganan Pesawat Udara Asing Setelah Pemaksaan Mendarat (Force Down).
"Force down yang dilakukan TNI AU kepada Ethiopian Airlines pada 14 Januari 2019 yang lalu, telah memberikan peringatan kepada kita semua, terhadap pentingnya koordinasi antara kementerian dan lembaga, khususnya dalam penanganan pesawat udara yang telah di force down,’" kata Mahfud dalam sambutannya pada kegiatan Latihan Bersama Penanganan Pesawat Udara Asing Setelah Pemaksaan Mendarat (Force Down) di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta, Jumat (4/9/2020), seperti ditulis Antara.
Acara Latihan Bersama ini digelar atas kerja sama sejumlah kementerian, TNI, Perum LPPNOP, Angkasa Pura I dan Angkasa Pura II.
Latihan Bersama ini adalah tindak lanjut dari kegiatan penandatanganan Kesepakatan Bersama yang telah dilaksanakan pada 24 Februari 2020.
Mahfud menekankan kesepakatan bersama nantinya bukan sebatas aturan tertulis.
"Tetapi bisa dimanfaatkan maksimal dan sebagai uji fungsi, pemahaman pada prakteknya di lapangan," ujarnya.
Kesepakatan 10 lembaga tentang mekanisme pemaksaan pendaratan ini dipicu insiden pesawat Ethiopian Airlines pada 14 Januari 2019 lalu.
Saat itu, dua jet tempur F16 TNI AU memaksa turun pesawat itu, karena tak punya izin melintasi wilayah udara Indonesia.
Namun penanganan pesawat Ethiopia itu berlarut-larut. Dampaknya, Ethiopian Airlines mengajukan keberatan dan gugatan karena menganggap lamanya penanganan merugikan maskapai tersebut.
Kepala Staf Umum (Kasum) TNI Letjen Joni Supriyanto dalam sambutannya mengatakan, maraknya pelanggaran pesawat udara asing tidak terjadwal di wilayah udara yurisdiksi nasional menunjukkan bahwa konsep ruang udara nasional Indonesia masih relatif terbuka.
Joni pun menuturkan, mengemban tugas menegakkan hukum dan mengamankan wilayah udara yurisdiksi nasional yang telah diamanatkan dalam aturan perundang-undangan bukanlah pekerjaan yang mudah.
"Luasnya ruang udara nasional dan keterbatasan sarana dan prasarana bukanlah kendala atau alasan bagi Kohanudnas untuk selalu berupaya melaksanakan tugas selaku penegak kedaulatan wilayah udara yurisdiksi nasional secara optimal," ujar Joni dalam keterangan tertulis, Jumat (4/9/2020).
Disampaikan Joni, pelanggaran wilayah udara nasional berbeda dengan kriminal biasa. Pelanggaran wilayah udara berdampak pada aspek pertahanan dan kedaulatan negara.
Latihan Hanudnas dalam penanganan pelanggaran pesawat udara asing ini melibatkan tim investigasi terpadu.
Di antaranya, Ditjen imigrasi, Ditjen Bea dan Cukai, Ditjen Perhubungan Udara, Kesehatan Bandara, dan Badan Karantina.
Pemaksaan mendarat atau force down merupakan penindakan yang menjadi wewenang TNI AU kepada pesawat asing yang melintas di wilaya Indonesia tetapi tidak mengantongi izin.
Penegakkan hukum ini sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 4 Tahun 2018 tentang Pengamanan Wilayah Udara Republik Indonesia dan Prosedur Tetap Komando Pertahanan Udara Nasional.
Turut hadir menyaksikan Lathanudnas tersebut, Sekjen Kemhan, Pangkohanudnas, Asintel Panglima TNI, Asops Panglima TNI, para Asisten Kasau, Pangkoopsau I, Dankorpaskhasau, dan Danpuspomau.
Kemudian Pangkosekhanudnas I, Kadisbangopsau, Kadiskumau, Danlanud Halim Perdana Kusuma, dan para pejabat kementerian dan lembaga yang menangani pelanggaran pesawat asing.
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/04/23341451/mahfud-md-tekankan-pentingnya-koordinasi-tangani-force-down