Lembaga itu adalah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika; Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional; Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral; serta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Menurut Deputi Sistem dan Strategi BNPB Wisnu Widjaja, rakor sekaligus jumpa pers itu dilakukan untuk meningkatkan kewaspadaan masyarakat terhadap potensi bencana lain selain pandemi virus corona (Covid-19).
"Untuk meningkatkan kewaspadaan di masyarakat bahwa bencana-bencana yang non-Covid-19 masih terjadi dan kita masih terjadi dan kita masih harus waspada, apalagi ditambah," kata Wisnu.
Wisnu mengatakan, masyarakat harus tetap waspada terhadap bencana alam selain pandemi Covid-19.
Sebab, apabila bencana alam bercampur dengan pandemi Covid-19, justru akan membuat penanganan kondisi semakin rumit.
"Kita masih harus waspada, apalagi ditambah dikombinasikan antara Covid-19 dan kejadian ini," ujar dia.
Ada 1.928 bencana
Dalam kesempatan yang sama, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi BNPB Raditya Jati mengatakan, ada 1.928 bencana di Indonesia sejak 1 Januari hingga 30 Agustus 2020.
"Kami mencatat ada total bencana kejadian hingga 30 Agustus kemarin adalah 1.928 (bencana)," kata Raditya.
Jika dirincikan, jumlah bencana yang terjadi pada tahun 2020 yakni 12 bencana gempa bumi, lima erupsi gunung api, Karhutla 256 bencana, dan kekeringan 16 bencana.
Kemudian banjir 726 bencana, tanah longsor 367, puting beliung 521 bencana, gelombang pasang dan abrasi 24 bencana, serta ditambah bencana pandemi Covid-19.
Kendati demikian, lanjut Raditya, di luar bencana pandemi Covid-19, jumlah bencana alam di Indonesia cenderung menurun dibanding tahun 2019.
"Kita bandingkan 1 Januari-Agustus tahun lalu sampai sekarang, ada penurunan 27 persen untuk kejadian bencana," ujarnya.
Jumlah korban meninggal dan hilang akibat bencana alam tahun 2020 juga menurun sebesar 43,1 persen. Korban luka-luka menurun 74,4 persen.
Sementara itu, jumlah warga yang menderita dan mengungsi menurun 25,6 persen dan jumlah korban rumah rusak menurun sebesar 22 persen.
"Sebanyak 74 persen dari korban yang luka-luka dan 25 persen dari yang menderita dan menungsi dan 22 persen dari yang rumahnya rusak," kata dia.
Serta, mungkin juga karena adanya dukungan infrastruktur tata ruang, termasuk kondisi lingkungan menjadi lebih baik.
"Artinya, itu upaya-upaya yang harus dilakukan termasuk bagaimana lingkungan lebih baik," ucap Raditya.
Waspada gempa
Dalam rakor bersama BNPB, BMKG mengungkap sembilan wilayah yang menjadi daerah zona aktif gempa pada Agustus dan kemungkinan berlanjut hingga September 2020.
Data tersebut diungkapkan oleh Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG Daryono.
"Zona aktif gempa yang bisa jadi bulan depan masih muncul adalah Banda Aceh, Bengkulu, Selat Sunda, Jawa Barat, Jawa Timur, Sumba, Sigi dan Matano, Sarmi Papua," kata Daryono.
Daryono juga mengingatkan agar masyarakat yang tinggal di sesar aktif untuk tetap waspada.
Terutama, apabila sesar tersebut dekat dengan kawasan perkotaan dan permukiman warga.
"Kita juga perlu memberikan peringatan, reminder bahwa kita enggak boleh lengah dengan aktivitas sesar aktif," ujar dia.
Adapun total gempa sepanjang Agustus 2020 sebanyak 804 gempa. Jika dirincikan, 27 kali gempa berukuran lebih dari lima magnitudo, serta 777 kali gempa kurang dari lima magnitudo.
Ia pun mengingatkan, meskipun termasuk kecil, terkadang juga ada gempa yang bisa merusak lingkungan.
Daryono melanjutkan, angka 804 tersebut naik dibanding tahun sebelumnya, yakni sebanyak 541 gempa.
Rinciannya, dengan 12 kali gempa berukuran lebih dari lima magnitudo dan 529 kali gempa di bawah lima magnitudo.
Waspada cuaca ekstrem
Selain itu, memasuki bulan September yang merupakan transisi ke musim hujan, masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap bencana akibat cuaca ekstrem.
Kepala Bidang Prediksi dan Peringatan Dini Cuaca BMKG Miming Saepudin mengingatkan, cuaca ekstrem kemungkinan akan terjadi saat musim peralihan pada September.
"Selama pancaroba itu relatif kejadian cuaca ekstrem seperti puting beliung, kemudian hujan lebat dalam durasi singkat, kemudian petir itu bisa lebih sering terjadi selama pancaroba," kata Miming dalam rapat koordinasi secara virtual bersama BNPB, Senin (31/8/2020).
"Jadi mulai bulan September, Oktober, November kita perlu waspadai untuk kondisi-kondisi tersebut," ujar dia.
Miming mengatakan, 85 persen wilayah di Indonesia masih akan mengalami musim kemarau pada September. Sementara sisanya atau 15 persen sudah masuk pada musim hujan.
"Sebanyak 85 persen wilayah Indonesia masih memasuki musim kemarau, sedangkan untuk 15 persennya itu dia sudah mulai basah," tuturnya.
Beberapa wilayah yang mulai masuk pada musim hujan, disebut Miming, antara lain sebagian kecil Sumatera Utara bagian selatan.
Kemudian, di Sumatera Barat di bagian Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Utara, kemudian wilayah timur Kalimantan.
"Sedangkan untuk wilayah Sulawesi ada di Sulawesi bagian barat, kemudian di wilayah Sulawesi bagian utara," ucapnya.
Selain itu, ada Maluku dan Maluku Utara dan Papua tengah, sedangkan mayoritas wilayah Jawa masih akan mengalami musim kemarau.
"Sangat kecil posisi wilayah yang basahnya sebagian kecil ada di wilayah Jawa Tengah, kemudian ada di wilayah selatan Jawa Barat," kata dia.
Terkait puncak musim kemarau, kata Miming, 64,9 persen daerah terjadi pada Agustus. Sementara 18,7 persen terjadi pada September.
"Lebih dari 64 persen itu puncak musim kemaraunya di bulan Agustus," tuturnya.
Ia juga mengingatkan, masyarakat agar waspada pada cuaca yang cukup panas pada September ini.
Menurut dia, suhu cuaca cukup panas pada bulan September terjadi karena posisi matahari yang berada di garis ekuator.
Kendati cukup panas, Miming menegaskan, ukuran suhu masih dalam batasan normal.
"Kondisi ini harus diwaspadai selama bulan September karena kondisi cuaca atau suhu cukup panas masih dapat terjadi," ucap dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/09/01/09385571/peringatan-pemerintah-akan-waspada-gempa-dan-cuaca-ekstrem-saat-masuki