DKI Jakarta saat ini menjadi provinsi yang paling banyak melakukan tes Covid-19.
Hingga Selasa (11/8/2020) kemarin, DKI Jakarta sudah melakukan tes kepada 469.582 orang dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR).
Jumlah itu menyumbang hampir setengah dari jumlah tes yang dilakukan secara nasional, yakni 998,406 orang.
Jika menggunakan rasio jumlah penduduk, maka DKI Jakarta sudah melakukan 44.113 tes per satu juta penduduk.
Angka itu pun jauh lebih tinggi dari rasio tes nasional sebesar 3.683.
Angka itu juga sudah melewati angka minimal yang ditetapkan WHO, yakni 10.000 tes per 1 juta penduduk.
Dengan tes sebanyak itu, presentase kasus positif di DKI Jakarta sebesar 5,7 persen, masih lebih kecil dibanding presentase nasional sebesar 12,9 persen.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menegaskan bahwa tes yang masif ini penting menemukan sebanyak-banyaknya orang yang positif Covid-19.
"Sehingga dapat diisolasi, disembuhkan dan mencegah penyebaran virus," tulis Anies saat menyampaikan data Covid-19 di akun Instagramnya, Minggu (9/8/2020).
Diakui Satgas Nasional
Juru Bicara Satuan Tugas Covid-19 Wiku Adisasmito mengakui, masih terjadi ketimpangan dalam kemampuan tes Covid-19 antar daerah.
"Kita perlu sadari kemampuan daerah memang bervariasi dari daerah satu ke daerah lainnya. DKI Jakarta kebetulan memilki kemampuan yang lebih tinggi," kata Wiku dalam keterangan pers daring dari Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (11/8/2020).
Wiku menyebut, DKI Jakarta sebagai Ibu Kota memiliki banyak kelebihan, mulai dari sumber daya manusia hingga jejaring laboratorium.
Hal itu memudahkan Pemda DKI untuk melakukan tracing hingga menemukan kasus positif.
"Mereka bisa menemukan kasus lebih banyak, tes lebih banyak. Sehingga bisa memenuhi atau melebihi standar dari WHO," kata dia.
Wiku tak membeberkan secara pasti apa solusi bagi ketimpangan kemampuan tes Covid-19 ini.
Kendati demikian, Wiku menyebut, daerah lain juga saat ini sedang berupaya untuk terus meningkatkan kemampuan tes Covid-19.
"Dan harapannya agar dapat meniru apa yang terbaik yang telah dilakukan di Jakarta," kata dia.
Ridwan Kamil minta bantuan
Soal ketimpangan tes antara DKI Jakarta dan daerah lainnya ini juga menjadi perhatian Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.
Sebab, meski menjadi provinsi dengan jumlah tes terbanyak kedua, namun tes di Jabar masih jauh lebih rendah ketimbang DKI Jakarta.
"Di kapasitas testing, Bapak Presiden, kami ini punya kelemahan walaupun di level provinsi kami ini tertinggi setelah Jakarta," kata Ridwan Hal tersebut disampaikan Ridwan Kamil saat Jokowi mengunjungi Posko Penanganan Covid-19 Jawa Barat, di Kantor Kodam III/Siliwangi, Bandung, Selasa (11/8/2020) kemarin.
"Kami sudah melakukan 175 ribu (testing), agak jomplang dengan DKI Jakarta," sambung dia.
Untuk itu, ia berharap agar pemerintah pusat dapat memberikan dukungan meningkatkan kapasitas tes di Jawa Barat.
Ridwan Kamil pun mengusulkan dua hal kepada Presiden Jokowi terkait peningkatan testing.
Pertama, dengan melibatkan laboratorium milik swasta. Pasalnya, kata dia, saat ini kapasitas laboratorium yang ada di Jawa Barat sudah maksimal.
"Kalau diizinkan kebijakan itu, maka kita bisa menaikan statistik dengan kerjasama swasta. Kita hanya bayar 1 orang per berapa rupiah, mereka investasi alatnya, kita hanya ngasih nama pasien atau potensi yang di tes swab," ujar dia.
Usulan kedua, yakni memperbanyak polymerase chain reaction (PCR) portable.
Ia menjelaskan, Jawa Barat sudah memiliki alat PCR portable yang dapat dibawa untuk melakukan testing Covid-19 di pelosok-pelosok daerah.
"Mudah-mudahan kalo berkenan inovasi Jawa Barat ini juga bisa menjadi sebuah terobosan untuk memastikan tingkat pengetesan tidak hanya berkumpul di daerah kepadatan kota," ujar dia.
Intervensi pusat
Epidemiolog dari Universitas Indonesia Tri Yunis Miko Wahyono menilai, pemerintah pusat memang perlu turun tangan untuk membantu daerah yang kemampuan tesnya belum maksimal.
Sebab, tiap daerah memang memiliki kemampuan berbeda baik dari segi anggaran, sumber daya manusia, hingga fasilitas kesehatan.
"Tiap daerah kan PAD (pendapatan asli daerah) beda, SDM beda, jumlah lab beda, itu masalah lagi," kata Tri kepada Kompas.com, Rabu (12/8/2020).
Tri mengingatkan bahwa ketimpangan tes antar daerah ini bisa berdampak buruk bagi penanganan Covid-19 secara nasional.
Sebab, bisa jadi zonasi yang sudah ditetapkan oleh Satgas Covid-19 tidak akurat.
Misalnya, ada daerah yang terlihat aman karena minim kasus sehingga masyarakat abai dengan protokol kesehatan.
Namun, sebenarnya di daerah itu terdapat banyak orang yang positif Covid-19. Hanya saja tidak terdeteksi karena minimnya kemampuan testing.
"Dengan ketimpangan (tes) ini zonasi menjadi tanda tanya. Apakah benar yang (zona) kuning itu memang kuning atau risiko rendah," kata dia.
Oleh karena itu, ia meminta ada standar yang ditetapkan pemerintah bagi tiap daerah dalam meningkatkan kapasitas testing ini.
Standar yang dimaksud, yakni mulai dari jumlah laboratorium, alat tes PCR, hingga petugas kesehatan.
"Bagaimana penyeragaman ini dilakukan, harus ada intervensi dari kemenkes, provinsi standarnya harus seperti apa, kabupaten sepeti apa," kata dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/08/12/13371181/menyoal-ketimpangan-tes-covid-19-di-dki-jakarta-dengan-daerah-lainnya