"Semestinya dari fakta-fakta yang ada, Presiden mengambil langkah-langkah kalau memang ada keinginan, ada political will melakukan penegakan hukum, yaitu memberikan efek jera bagi parapenegak hukum yang terlibat," ujar Fadli dalam diskusi daring, Kamis (23/7/2020).
Minimal, menurut Fadli, Kepala Negara memberi instruksi kepada Kepala Polri untuk melakukan bersih-bersih di lembaga tersebut.
"Harusnya memang memberikan perintah kepada Kapolri untuk melakukan bersih- bersih total pada lembaganya," kata Fadli.
Fadli Zon menambahkan institusi Polri saat ini memang dipenuhi permasalahan. Salah satunya adalah menjalankan tugas tidak sebagaimana fungsinya.
Contohnya, banyak jabatan strategis yang kini diemban oleh pejabat Polri.
"Bukan hanya dwifungsi polisi lagi, tapi sudah multifungsi polisi di sejumlah tempat dan ini sesuatu yang dulu dikritik terhadap dwifungsi ABRI sekarang dwifungsi dan multifungsi polisi berada di mana-mana," tutur Fadli.
"Sehingga negara ini seolah-olah menjadi negara kepolisian dan ini menurut saya sangat membahayakan bagi demokrasi kita," lanjut dia.
Selain itu, sistem perekrutan lembaga penegak hukum dinilai perlu dibenahi.
Sebab, banyak institusi lembaga hukum melakukan pelanggaran dari perekrutan.
"Karena kita tahu di dalam proses rekrutmen juga sangat rapuh, sangat banyak sekali celah untuk melakukan satu pelanggaran dan kesewenang-wenangan di dalam pola rekrutmen dari awal," lanjut dia.
Hingga saat ini, keberadaan Djoko Tjandra masih menjadi teka-teki. Belakangan beredar kabar bahwa Djoko berada di Malaysia.
Pada sidang peninjauan kembali (PK) yang diajukan Djoko Tjandra ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (6/7/2020), ia tidak hadir dengan alasan sakit.
Kuasa hukum Djoko, Andy Putra Kusuma, turut menyertakan surat dari sebuah klinik di Malaysia.
"Mohon izin Yang Mulia, sampai saat ini pemohon PK atas nama Djoko Tjandra belum bisa hadir dengan alasan masih sakit, kita ada suratnya untuk pendukung," ujar Andi di ruang sidang pengadilan, dikutip dari Tribunnews.com.
Kemudian, terkuak surat jalan untuk Djoko Tjandra yang dikeluarkan oleh Bareskrim Polri melalui Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS.
Kepala Divisi Humas Polri Irjen Argo Yuwono menuturkan, surat jalan untuk Djoko Tjandra, diterbitkan atas inisiatif Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri, Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo.
Menurut Argo, surat jalan tersebut juga dikeluarkan tanpa izin dari pimpinan Prasetijo.
"Dalam pemberian atau pembuatan surat jalan tersebut, Bapak Kepala Biro tersebut adalah inisiatif sendiri dan tidak izin sama pimpinan," kata Argo di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Rabu (15/7/2020).
Prasetijo diduga melanggar Peraturan Kapolri Nomor 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri dan PP Nomor 2 Tahun 2003 tentang Disiplin Anggota Polri.
Argo mengatakan, Divisi Propam Polri sedang mendalami kemungkinan keterlibatan orang lain.
Selain itu, motif Prasetyo berinisiatif mengeluarkan surat jalan juga sedang ditelusuri.
Terkait hal tersebut, Kapolri Jenderal (Pol) Idham Azis mencopot Prasetijo dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri.
Keputusan itu tertuang dalam surat telegram Kapolri Nomor ST/1980/VII/KEP./2020 tertanggal 15 Juli 2020.
https://nasional.kompas.com/read/2020/07/23/20315491/jokowi-didorong-beri-efek-jera-bagi-oknum-polisi-yang-bantu-pelarian-djoko