Hal tersebut karena persoalan pandemi Covid-19 bukan hanya menyangkut gejala medis semata, tetapi melibatkan gejala multidimensi.
Antara lain masalah sosial, ekonomi, budaya, dan psikologis.
"Ini saling berkaitan. Kondisi ini membuat kondisi sosial, ekonomi berubah, dan psikologis terpengaruh. Jadi kita tidak pasti, galau, gundah, takut, stress, depresi, paranoid, dan lainnya. Kondisi ini akan memengaruhi penanganan Covid-19 juga," ujar Hamdi dalam konferensi pers di BNPB, Jakarta, Minggu (9/5/2020).
Ia mengatakan, apabila orang-orang tidak sejahtera secara psikologis, maka upaya untuk melandaikan kurva Covid-19 ini akan terkendala.
Pasalnya, upaya pelandaian kurva tersebut tidak didukung oleh perilaku masyarakat sehingga harus diwaspadai.
Menurut Hamdi, kondisi pandemi ini juga menciptakan perubahan-perubahan baru karena sesuatu yang normal tiba-tiba menjadi luluh lantak.
"Mungkin nanti setelah ini orang meramalkan akan terbentuk normalitas baru. Jadi memang kondisi ini perombakan besar-besaran aspek psikologis kita," kata dia.
"Kondisi ini dianggap ancaman yang mudah gerogoti kesehatan psikologis kita. Istilahnya kesejahteraan psikologis, berkaitan dengan kesejahteraan ekonomi dan fisik," kata dia.
Kondisi psikologis, kata dia, akan memengaruhi penanganan Covid-19 di Tanah Air karena psikologi sangat memengaruhi imunitas seseorang.
Sementara imunitas merupakan kunci dalam melawan pandemi Covid-19.
"Pandemi dampaknya tidak akan terlalu dahsyat kalau setiap orang imunnya baik secara psikologis maupun fisik karena dia punya ketahanan, ketangguhan lawan pandemi," katanya.
"Kata kuncinya adalah menata diri, perilaku. Karena psikologi ilmu tentang perilaku, kuncinya tata aspek psikologis," lanjut dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/05/10/12005061/ahli-psikologi-politik-kondisi-psikologis-pengaruhi-penanganan-covid-19