JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua DPR Puan Maharani meminta Badan Legislasi (Baleg) menunda pembahasan klaster ketenagakerjaan dalam draf omnibus law RUU Cipta Kerja.
Permintaan itu dilontarkan seiring mulai berjalannya proses pembahasan oleh Panitia Kerja (Panja) RUU Cipta Kerja.
"Saya ingin menyampaikan bahwa terkait dengan pembahasan omnibus law Cipta Kerja, untuk klaster ketenagakerjaan, kami meminta kepada Baleg untuk menunda pembahasannya," kata Puan, Kamis (23/4/2020).
Puan meminta Baleg membuka ruang diskusi dengan publik, khususnya serikat pekerja dan buruh, sebelum membahas klaster ketenagakerjaan.
Ia juga mengingatkan agar Baleg mempertimbangkan situasi pandemi Covid-19 saat ini.
"Pembahasan pasal-pasal terkait ketenagakerjaaan di RUU Cipta Kerja ditunda selain karena semua pihak sedang fokus pada penanganan pandemi Covid-19, juga agar DPR menerima masukan masyarakat terutama serikat pekerja," ucapnya.
Baleg dan pemerintah, dalam rapat perdana pembahasan RUU Cipta Kerja, telah menyepakati untuk mendahulukan klaster yang tidak berpotensi menimbulkan kontroversi di publik dalam pembahasan draf omnibus law RUU Cipta Kerja.
Oleh sebab itu, klaster ketenagakerjaan akan dibahas terakhir.
Klaster ini banyak mendapat sorotan karena substansinya dinilai tak berpihak pada kesejahteraan pekerja atau buruh.
"Yang kita sepakati, khusus klaster ketenagakerjaan kita minta bersama pemerintah agar dilakukan pembahasan di bagian akhir dari keseluruhan klaster," kata Ketua Baleg Supratman Andi Agtas di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (14/4/2020).
Akademisi dan serikat buruh menolak RUU Cipta Kerja
Sementara itu, serikat pekerja dan serikat buruh tetap menyampaikan penolakan atas pembahasan RUU Cipta Kerja.
Presiden Joko Widodo menerima tiga pimpinan serikat buruh dan serikat pekerja di Istana Merdeka, Jakarta, Rabu (22/4/2020).
Mereka adalah Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea, Presiden KSPI Said Iqbal, dan Presiden KSBI Elly Rosita.
"Serikat pekerja menolak keras omnibus law dan meminta pembahasan dilakukan secara terbuka dengan Presiden Joko Widodo," kata Andi seusai pertemuan.
Di saat bersamaan, 92 akademisi menandatangani petisi penolakan Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Guru Besar Hukum dari Universitas Padjadjaran Susi Dwi Harijanti menyatakan, petisi ini merupakan seruan kepada DPR dan pemerintah agar pembahasan RUU Cipta Kerja segera dihentikan.
"Kami melakukan seruan ke DPR dan pemerintah untuk segera menghentikan pembahasan RUU Cipta Kerja dan membahas lebih lanjut dengan masyarakat yang terkena dampak akibat RUU ini," kata Susi, Rabu (22/4/2020).
Selain substansi draf RUU yang dianggap bertentangan dengan UUD 1945, pembahasan RUU Cipta Kerja yang dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19 dinilai tidak etis.
Susi menyatakan, pembentukan undang-undang harus tunduk pada nilai etik dan moral.
"Penyelenggaraan negara, termasuk pembentukan undang-undang, tidak hanya berlandaskan pada norma konstitusi dan undang-undang, melainkan tunduk pula pada nilai-nilai etik atau moral," ujar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/04/23/18321291/puan-maharani-minta-pembahasan-klaster-ketenagakerjaan-ruu-cipta-kerja