Karen bebas dari Rutan Salemba Cabang Kejagung, Jakarta Selatan, usai ditahan selama 1,5 tahun.
"Kelonan sama suami, boleh kan. Kangen sekali sama bapak," kata Karen.
Usai keluar, ia mengucapkan terima kasih kepada Allah SWT, keluarganya, hingga para karyawan Pertamina.
Karen sekaligus mengucapkan terima kasih kepada orang-orang yang ia temui di rutan tempat ia ditahan.
Namun, ia juga mengaku kecewa karena menilai kasus yang selama ini menjeratnya terkesan dipaksakan.
Menurutnya, keputusan berinvestasi di Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia merupakan ranah hukum perdata.
"Selain bahagia saya juga ada kekecewaan. Kekecewaannya karena BMG ini adalah aksi korporasi yang pakemnya adalah business judgement. Yang domainnya adalah hukum perdata, tapi dipaksakan untuk menjadi domain hukum pidana, tipikor," tuturnya.
Kendati demikian, ia enggan menyebutkan siapa pihak yang dinilainya memaksakan kasus tersebut.
Namun, Karen mengaku nama baiknya rusak akibat kasus tersebut.
Meski begitu, ia merasa bersyukur Mahkamah Agung (MA) memutuskan untuk melepaskannya dari segala tuntutan hukum.
"Nama baik saya rusak, karakter saya dihancurkan, tapi saya masih merasa bersyukur bahwa saya tidak mengalami keadilan di sisi hulu, tapi kemarin saya mengalami keadilan di sisi hilir," ujarnya.
"Pihak yang telah memberikan keputusan onslag adalah mereka yang telah sangat cermat, profesional, dan adil terhadap kasus saya ini," sambung dia.
Ia pun berharap hukum di Indonesia dapat menerapkan sistem berkeadilan, profesional, lengkap, dan tidak ada aroma politik ke depannya.
Kemudian, Karen juga berharap agar cap sebagai koruptor tidak semata-mata langsung diterapkan kepada terdakwa di media. Menurutnya, media massa juga perlu menerapkan asas praduga tak bersalah.
Berdasarkan petikan putusan yang ditunjukkan kuasa hukumnya, MA melepaskan Karen dari segala tuntutan (onslag van recht vervolging).
Diberitakan, MA memutuskan untuk melepaskan Karen dari segala tuntutan hukum.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan apa yang dilakukan Karen merupakan bussines judgement rule dan perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana.
"Menurut majelis hakim, putusan direksi dalam suatu aktifitas perseroan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Kendati putusan itu pada akhirnya menimbulkan kerugian bagi perseroan tetapi itu merupakan resiko bisnis," ujar Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro ketika dikonfirmasi Kompas.com, Selasa (10/3/2020).
Merujuk hal ini, kata Andi, majelis hakim juga mempertimbangkan karakteristik bisnis yang sulit untuk diprediksi (unpredictable) dan tidak dapat ditentukan secara pasti.
Sebelumnya, Karen Galaila Agustiawan divonis 8 tahun penjara oleh majelis hakim pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pada 10 Juni 2019.
Karen juga dihukum membayar denda Rp 1 miliar subsider 4 bulan kurungan.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai perbuatan Karen tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi. Hakim menilai korupsi adalah kejahatan luar biasa.
Selain itu, Karen juga tidak mengakui perbuatan dan tidak merasa bersalah. Namun, Karen dianggap berlaku sopan dan belum pernah dihukum.
Karen terbukti mengabaikan prosedur investasi yang berlaku di PT Pertamina dan ketentuan atau pedoman investasi lainnya dalam Participating Interest (PI) atas Lapangan atau Blok Basker Manta Gummy (BMG) Australia tahun 2009.
Karen telah memutuskan melakukan investasi PI di Blok BMG Australia tanpa melakukan pembahasan dan kajian terlebih dulu.
Karen dinilai menyetujui PI tanpa adanya due diligence serta tanpa adanya analisa risiko yang ditindaklanjuti dengan penandatanganan Sale Purchase Agreement (SPA).
Selain itu, menurut hakim, penandatanganan itu tanpa persetujuan dari bagian legal dan Dewan Komisaris PT Pertamina.
Menurut hakim, perbuatan Karen itu telah memperkaya Roc Oil Company Ltd Australia. Kemudian, sesuai laporan perhitungan dari Kantor Akuntan Publik Drs Soewarno, perbuatan Karen telah merugikan negara Rp 568 miliar.
https://nasional.kompas.com/read/2020/03/11/05230091/hirup-udara-bebas-karen-agustiawan--kangen-bapak-