Salin Artikel

Surya Paloh Tak Sepakat Pemilihan Presiden, DPR dan DPD Digelar Serentak

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh mengaku tak setuju dengan keserentakan pemilihan umum sebagaimana diputuskan Mahkamah Konstitusi (MK).

MK memutuskan, pemilihan presiden-wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD tak bisa dipisahkan satu sama lain.

Menurut Paloh, penyelenggaraan pemilu serentak sangat memberatkan partai politik sebagai peserta.

"Pemilu secara serempak itu eksesnya, situasinya, sebenarnya di luar daripada batas kewajaran kapasitas kami sebagai peserta pemilu," kata Paloh saat konferensi pers di kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta, Senin (9/3/2020).

Ia mengatakan, penyelenggaraan Pemilu 2019 yang digelar serentak semestinya jadi bahan evaluasi.

Paloh tak ingin peristiwa di Pemilu 2019 terulang kembali.

"Maka seyogianya kami berharap mungkin tetap terpisah, yaitu pemilu legislatif terlebih dahulu terlepas barangkali diberikan kesempatan beberapa bulan, baru pelaksanaan pemilu pilpres," ujar Paloh.

Namun, dia mengakui keputusan MK bersifat final dan mengikat.

Paloh menyatakan Nasdem bersama partai-partai politik lain akan mencari solusi terbaik untuk penyelenggaraan pemilu berikutnya.

"Kami akan coba agar Nasdem dan Golkar untuk mengajak duduk bersama kawan-kawan fraksi partai politik lain untuk memikirkan apa solusi yang terbaik dengan situasi yang seperti ini," tutur dia.

Pada Rabu (26/2/2020), majelis hakim MK memutuskan, pemilihan presiden dan wakil presiden, anggota DPR, dan anggota DPD tak bisa dipisahkan satu sama lain.

Menurut majelis hakim MK, keserentakan pemilihan umum yang diatur dalam UU Pemilu dan UU Pilkada dimaknai sebagai pemilihan umum untuk memilih anggota perwakilan rakyat di tingkat pusat, yaitu presiden dan wakil presiden, DPR, serta DPD.

Hakim Saldi Isra, menyatakan artinya penyelenggaraan pemilu melalui cara menyerentakkan pemilihan anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan pemilu presiden dan wakil presiden masih terbuka.

Namun demikian, hal ini hanya dapat dilaksanakan sepanjang tak mengubah keserentakan pemilihan DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden.

Terkait perkara ini, mahkamah memberikan sejumlah alternatif model yang bisa diterapkan sebagai mekanisme penyelenggaraan pemilu serentak.

Enam model pemilu serentak yang dinilai MK konstitusional, yaitu:

1. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan pemilihan anggota DPRD.

2. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, gubernur, bupati/wali kota.

3. Pemilihan umum serentak untuk memilih anggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, anggota DPRD, gubernur, dan bupati/wali kota.

4. Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih abggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilakukan pemilihan umum serentak lokaluntuk memilih anggota DPRD provinsi, DPRD kab/kota, pemilihan gubernur, dan bupati/wali kota.

5. Pemilihan umum serentak nasional untuk memilih abggota DPR, DPD, presiden dan wakil presiden, dan beberapa waktu setelahnya dilaksanakan pemilu serentak provinsi untuk memilih anggota DPRD provinsi, gubernur, dan kemudian beberapa waktu setelahnya dilakukan pemilu serentak kabupaten/kota untuk memilih DPRD kab/kota dan memilih bupati/wali kota.

6. Pilihan-pilihan lainnya sepanjang tetap menjaga sifat keserentakan pemilihan umum untuk memilih anggota DPR, DPD, serta presiden dan wakil presiden.

https://nasional.kompas.com/read/2020/03/09/16553401/surya-paloh-tak-sepakat-pemilihan-presiden-dpr-dan-dpd-digelar-serentak

Terkini Lainnya

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

PDI-P Sebut Prabowo-Gibran Bisa Tak Dilantik, Pimpinan MPR Angkat Bicara

Nasional
Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Cak Imin Sebut Pemerintahan Jokowi Sentralistik, Kepala Daerah PKB Harus Inovatif

Nasional
Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Pemerintah Akan Pastikan Status Tanah Warga Terdampak Erupsi Gunung Ruang serta Longsor Tana Toraja dan Sumbar

Nasional
Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Ahmed Zaki Daftarkan Diri ke PKB untuk Pilkada DKI, Fokus Tingkatkan Popularitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke