JAKARTA, KOMPAS.com - Tiga konfederasi serikat buruh sepakat membangkitkan kembali Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) guna melawan omnibus law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja.
Ketiga konfederasi itu yakni Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), dan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI).
Ketiganya telah bersepakat melakukan perlawanan bersama terhadap konsep penyederhanaan regulasi yang dicanangkan pemerintah.
"(Kami) menanggalkan ego dan kepentingan masing-masing, menanggalkan bendera kepentingan masing-masing, yang ada hanya satu, untuk kepentingan buruh Indonesia," ujar Presiden KSPSI Andi Gani Nena Wea dalam jumpa pers di Hotel Puri Denpasar, Jakarta Selatan, Jumat (28/2/2020).
Bangkitnya MPBI ini cukup mengejutkan. Mengingat, gerakan MPBI pada beberapa tahun ke belakang sempat memudar.
Terlebih, ketiga konfederasi buruh tersebut memiliki sikap politik yang berbeda pada saat Pilpres 2019.
Di mana KSPSI dan KSBSI memberikan dukungan kepada pasangan Jokowi-Maruf Amin. Sedangkan KSPI memutuskan mendukung pasangan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
MPBI sendiri lahir pada 1 Mei 2012. Deklarasi MPBI dihadiri 100 ribu buruh di Gelora Bung Karno. Deklarasi itu juga menjadikan perayaan May Day terbesar se-Asia.
Di sisi lain, sinyal gerakan buruh yang lebih besar dari 2012 pun sudah dilemparkan.
Andi mengungkapkan, MPBI akan menggelar aksi demo terbesar dalam sejarah Indonesia apabila pemerintah tak membuka ruang dialog kepada buruh.
Namun demikian, Andi menjamin gerakan tersebut bukanlah gerakan politik yang ingin menggoyang pemerintahan Jokowi-Maruf Amin.
"Kalau ada pihak-pihak, tokoh politik yang mengatakan gerakan politik, kami bantah dengan tegas," ungkap Andi.
Sementara itu, Presiden KSPI Said Iqbal menyatakan bersatunya MPBI bukanlah isapan jempol belaka. Dia mengatakan bangkitnya MPBI sebagai gerakan buruh nasional akan menjadi pertanda terjadinya gerakan massa besar-besaran.
Terlebih, bersatunya ketiga konfederasi terbesar itu juga sudah dibarengi dengan gerakan buruh di sejumlah daerah yang sama-sama menentang Omnibus Law Cipta Kerja.
Hal itu pun menjadi peringatan bagi pemerintah agar tak mengabaikan aspirasi buruh.
"Kalau dia (pemerintah) mengabaikan MPBI, ini tinggal menunggu gegap gempita magnitudonya, karena getaran-getaran di tiap daerah itu sudah ada," kata dia.
"Begitu dilihat di nasional magnitudonya kuat, begitu simbol nasionalnya bersatu, magnitudonya akan kuat," tegas Said Iqbal.
Presiden KSBSI Elly Rosita Silaban menyebut Andi dan Said Iqbal sebagai inisiator untuk menghidupkan kembali MPBI.
Elly mengapresiasi langkah kedua tokoh buruh tersebut untuk merancang kembali MPBI.
"Saya tidak pernah memikirkannya menggerakan kembali. Kegelisahan saya beberapa minggu ini, kalau memang kami punya tujuan dan tuntutan yang sama, kenapa kami tidak bersatu saja," seloroh Elly.
Setelah bangkit lagi, Elly mengaku tak terlalu memikirkan siapa sosok yang pantas memimpin MPBI.
Terpenting, kata dia, buruh dapat bersatu untuk melakukan perlawanan bersama.
"Karena pada akhirnya kami menyadari, memang itu (Omnibus Law Cipta Kerja) lebih buruk dari pada yang kami alami sebelumnya," terang Elly.
Setidaknya, ada sembilan alasan spesifik mengapa mereka menolak Omnibus Law Cipta Kerja.
Kesembilan alasan itu, yakni hilangnya upah minimum, hilangnya pesangon, penggunaan outsourcing yang bebas pada semua jenis pekerjaan dan tak berbatas waktu.
Kemudian, jam kerja eksploitatif, penggunaan karyawan kontrak yang tidak terbatas, penggunaan tenaga kerja asing (TKA) dan PHK yang dipermudah.
Selain itu, hilangnya jaminan sosial bagi pekerja buruh khususnya kesehatan dan pensiun, serta sanksi pidana terhadap perusahaan yang dihilangkan.
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/28/22423901/tiga-serikat-buruh-sepakat-bersatu-lawan-omnibus-law-ruu-cipta-kerja