"Saya kira biasalah kita menghentikan dalam sehari, dua hari, atau seminggu," ujar Jokowi dilansir dari BBC Indonesia, Jumat (14/2/2020).
"Tapi ya setelah normal, fasilitas itu kita buka kembali. Tidak hanya di Papua kok, di Jakarta waktu terjadi kerusuhan juga kita lakukan sehari, dua hari," lanjut dia.
Diketahui, pemerintah melakukan pemutusan akses internet di Papua pada 19 Agustus 2019.
Tiga hari berselang, pemerintah juga melakukan pemblokiran internet di Papua Barat, tepatnya pada 21 Agustus 2019.
Pembatasan akses itu dilakukan dengan alasan untuk mengurangi penyebaran hoaks dan meminimalisasi penyebaran konten negatif yang dapat memprovokasi warga Papua ketika terjadinya aksi massa.
Pihak kepolisian saat itu menyebut bahwa aksi anarkistis bisa lebih parah apabila tidak dilakukan pembatasan akses internet.
Akibat pemutusan dan pemblokiran tersebut, Presiden Jokowi dan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta oleh tim advokasi pembela kebebasan pers.
Para penggugat, antara lain Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Southeast Asia Freedom of Expression Network (SAFENet), LBH Pers, YLBHI, KontraS, Elsam dan ICJR.
Objek gugatan adalah pasal 4 ayat 1 Undang-Undang nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Adapun bunyi pasal 4 ayat 1 tersebut adalah kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
Dengan kata lain, langkah Presiden Jokowi dan Kemenkominfo memadamkan internet di Bumi Cenderawasih dinilai telah menghalangi kebebasan pers di Papua.
Namun demikian, Presiden Jokowi mengklaim pihaknya telah membuka keran kebebasan pers sejak lima tahun ke belakang.
Baik jurnalis dalam negeri maupun asing diperbolehkan masuk ke wilayah Papua.
Presiden Jokowi menganggap, pemutusan internet karena terjadi peristiwa kerusuhan.
Pemutusan tersebut juga diklaim sebagai upaya mengamankan rakyat Papua karena pemerintah tengah membangun ekonomi dan infrastruktur di Papua.
"Ya mengelola negara sebesar ini, dengan kebebasan yang kita berikan, pasti ada rambu-rambunya. Kalau demonstrasi tidak ada masalah, tapi kalo riot, sudah rusuh, kita harus melakukan sesuatu agar rakyat yang lainnya tidak mendapatkan kerugian, seperti itu," ungkap dia.
"Bahwa ada yang kurang, ada yang senang, ada yang tidak senang, saya kira biasa. Tapi juga diingat dalam Pilpres kemarin Papua memberi kontribusi, 90 persen memilih saya," lanjut Kepala Negara.
Presiden Jokowi juga membantah Indonesia di bawah kepimpinannya menjadi kurang toleran terhadap hak-hak kaum minoritas.
"Masyarakat Indonesia juga penuh dengan toleransi, moderat, senang dengan demokrasi. Demokrasi dengan Islam juga saling mengisi," papar dia.
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/14/11515501/jokowi-anggap-pemutusan-internet-saat-papua-ricuh-hal-yang-wajar