JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Program Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) Tahun 2017, Chandra Bakti mengungkapkan adanya uang Rp 400 juta yang diserahkan ke asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Miftahul Ulum.
Hal itu disampaikan oleh Chandra saat bersaksi untuk Ulum, terdakwa kasus dugaan suap terkait pengurusan proposal dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) dan gratifikasi dari sejumlah pihak.
"Saudara tahu tidak ada bendahara Satlak Prima yang memberikan uang kepada terdakwa untuk kepentingan Pak Menteri?" tanya jaksa KPK Ronald Worotikan ke Chandra di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (13/2/2020).
"Saya mendengar. Waktu itu saya dipanggil oleh Mulyana selaku deputi, awalnya bukan menyinggung masalah uang itu, tapi saya ditegur oleh Pak Deputi saya menyebarkan isu mobil Fortuner. Lah, saya bilang saya tidak sebarkan isu," jawab Chandra.
Chandra menjelaskan isu yang dimaksud adalah bahwa Mulyana menggunakan mobil baru yang dibelikan oleh Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) Supriyono.
"Menurut dia (Mulyana) itu dipinjemin sama Supriyono, BPP di PPON. Jadi Satlak Prima itu kan udah bubar, sekarang jadi PPON. Saya bilang mohon maaf saya diberitahu kepala bidang tentang mobil itu bukan saya nyebar isu. Beliau ngomong clear, nanti Kabidnya saya panggil," kata dia.
Menurut Chandra, Mulyana kemudian mengalihkan pembicaraan dan menanyakan apakah Supriyono sudah menginformasikan dirinya soal masalah terkait Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI).
"Ya, saya enggak tahu. Prof Mulyana merintah panggil Supri. Ketika Supri ada, Prof Mulyana nanya, Supri kamu udah lapor Pak Chandra? Supri jawab, uangnya udah habis bayar Rp 400 juta diberikan ke Pak Ulum," ujar Chandra.
Chandra mengaku tidak bertanya lebih lanjut ke Supriyono, uang tersebut diserahkan ke Ulum untuk kepentingan apa.
"Saya tidak tanya lagi," katanya.
Dalam perkara ini, Ulum didakwa bersama-sama dengan Imam menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy dan mantan Bendahara KONI Johnny E Awuy.
Menurut jaksa, suap tersebut dimaksudkan agar Ulum dan Imam mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI kepada Kemenpora RI tahun kegiatan 2018.
Yakni, penerimaan terkait proposal bantuan dana hibah dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi pada Multi Event Asian Games 2018 dan Asian Para Games 2018.
Serta penerimaan terkait proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun 2018.
Selain itu, Miftahul Ulum bersama Imam disebut menerima gratifikasi dengan total sekitar Rp 8,648 miliar.
https://nasional.kompas.com/read/2020/02/13/20122511/saksi-ungkap-adanya-uang-rp-400-juta-yang-diserahkan-ke-aspri-imam-nahrawi