Hal itu ia sampaikan dalam acara Peluncuran Corruption Perception Index 2019 di Sequis Center, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2020).
Syamsuddin mengatakan, ambang batas yang tinggi akan membuka peluang partai membeli dukungan dari partai lainnya.
"Kita juga ada kajian ini dengan KPK bagaimana supaya pilkada juga dibenahi," kata Syamsuddin Haris.
"Sebab dengan ambang batas pencalonan pilkada yang ketat itu membuka peluang bagi parpol untuk membeli dukungan pada partai lain," sambungnya.
Ambang batas yang tinggi, selain berpotensi menimbulkan jual beli dukungan, lanjut Syamsuddin, juga memiliki dampak buruk lainnya.
Salah satunya, adalah menutup peluang banyak kandidat lain dalam pilkada.
"Dan membatasi peluang munculnya bagi kandidat yang kompeten dan juga punya kapasitas memimpin daerah," ucapnya.
Sebelumnya, Syamsuddin juga menyayangkan Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik tidak masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2020.
Padahal, kata dia, LIPI sudah menyusun sistem integritas partai politik untuk mengurangi korupsi.
"Yang mengejutkan kita adalah rancangan revisi UU Parpol tidak masuk Prolegnas 2020. Menyedihkan sekali," kata Syamsuddin di Sequis Center, Jakarta Selatan, Kamis (23/1/2020).
Setidaknya ada lima sistem integritas yang disusun Syamsuddin berserta rekannya di LIPI.
Mulai dari standar etik, kaderisasi, rekrutmen, demokrasi internal, dan keuangan partai politik.
Namun, kata dia, sistem integritas itu tidak akan berpengaruh apa pun jika sampai tidak dimasukan dalam regulasi yakni, UU Partai Politik.
"Tapi ini mustahil ini adalah suatu ilusi belaka apabila tidak bisa insert jadi regulasi negara. Nah regulasi negara untuk partai politik ya UU partai politik," ucapnya.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/23/21205161/ambang-batas-pilkada-dinilai-buka-peluang-jual-beli-dukungan-partai