Salin Artikel

ICW Sebut Sekjen PPP Keliru Tafsirkan Pasal Suap yang Jerat Romahurmuziy

JAKARTA, KOMPAS.com - Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menilai Sekjen PPP Arsul Sani telah keliru menafsirkan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2011 tentang Tipikor yang menjadi dasar vonis eks Ketua Umum PPP Romahurmuziy alias Romy.

Donal mengatakan Pasal 11 UU Tipikor itu merupakan pasal tentang pidana suap, bukan gratifikasi seperti yang dikatakan Arsul.

"Sekjen PPP keliru. Romy terbukti dalam pasal suap. Pasal 11 yang terbukti tersebut adalah pasal suap, bukan pasal gratifikasi," kata Donal kepada wartawan, Rabu (22/1/2020).

Ia menjelaskan, pasal tentang gratifikasi tertuang dalam Pasal 12 UU Tipikor.

"Pengaturan gratifikasi ada dalam Pasal 12B UU Tipikor," tuturnya.

Menurut Donal, vonis hukuman 2 tahun dan denda Rp 100 juta subsider 3 bulan kurungan yang dijatuhkan kepada Romy cenderung ringan.

Apalagi, kata dia, hak-hak politik Romy tidak dicabut.

"Putusan itu sesungguhnya ringan. Apalagi hak politik tidak dicabut," ujar Donal.

Pasal 11 UU Tipikor menyatakan, Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau pidana denda paling sedikit Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga, bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan karena kekuasaan atau kewenangan yang berhubungan dengan jabatannya, atau yang menurut pikiran orang yang memberikan hadiah atau janji tersebut ada hubungan dengan jabatannya.

Kemudian, Pasal 12B UU Tipikor yang disebut Donal mengatur soal pidana gratifikasi menyatakan,

(1) Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

(2) Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Sebelumnya Sekjen PPP Arsul Sani mengaku lega atas putusan hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi karena terbukti menerima uang terkait seleksi jabatan di Kementerian Agama (Kemenag) Jawa Timur.

Menurut Arsul, Pasal 11 UU Tipikor yang jadi vonis hakim membuktikan bahwa Romy tidak menerima suap, tetapi gratifikasi.

"Sebab kalau yang dianggap terbukti itu adalah menerima suap, maka Pengadilan Tipikor Jakpus tentu akan memvonis Romy atas dasar Pasal 12 (b), bukan Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2011," kata Arsul.

Menurut dia, berdasarkan vonis itu, kesalahan Romy yakni menerima pemberian gratifikasi yang tidak dia laporkan ke KPK dalam jangka waktu 30 hari sesuai undang-undang. 

Dalam putusannya, hakim menyatakan Romy terbukti melanggar Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

https://nasional.kompas.com/read/2020/01/22/15284401/icw-sebut-sekjen-ppp-keliru-tafsirkan-pasal-suap-yang-jerat-romahurmuziy

Terkini Lainnya

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim 'Red Notice' ke Interpol

Buru WN Nigeria di Kasus Email Bisnis Palsu, Bareskrim Kirim "Red Notice" ke Interpol

Nasional
Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Sama Seperti Ganjar, Anies Berencana Berada di Luar Pemerintahan

Nasional
Anggap 'Presidential Club' Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Anggap "Presidential Club" Prabowo Positif, Jusuf Kalla: di Seluruh Dunia Ada

Nasional
Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Dituntut 1 Tahun Penjara Kasus Pencemaran Nama Ahmad Sahroni, Adam Deni Ajukan Keberatan

Nasional
Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Anies Mengaku Belum Bicara Lebih Lanjut Terkait Pilkada DKI Jakarta dengan Surya Paloh

Nasional
KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

KPK Tahan Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor

Nasional
Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat 'Presidential Club'

Prabowo Tak Perlu Paksakan Semua Presiden Terlibat "Presidential Club"

Nasional
'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

"Presidential Club" Prabowo Diprediksi Jadi Ajang Dialog dan Nostalgia

Nasional
Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye 'Tahanan KPK' Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Gus Muhdlor Kenakan Rompi Oranye "Tahanan KPK" Usai Diperiksa 7 Jam, Tangan Diborgol

Nasional
Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Adam Deni Hanya Dituntut 1 Tahun Penjara, Jaksa: Sudah Bermaafan dengan Sahroni

Nasional
Ide 'Presidential Club' Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Ide "Presidential Club" Prabowo Diprediksi Bakal Bersifat Informal

Nasional
Prabowo Mau Bentuk 'Presidential Club', Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Prabowo Mau Bentuk "Presidential Club", Ma'ruf Amin: Perlu Upaya Lebih Keras

Nasional
Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Adam Deni Dituntut 1 Tahun Penjara dalam Kasus Dugaan Pencemaran Nama Baik Ahmad Sahroni

Nasional
Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok 'E-mail' Bisnis

Polri Ungkap Peran 2 WN Nigeria dalam Kasus Penipuan Berkedok "E-mail" Bisnis

Nasional
Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Hakim MK Pertanyakan KTA Kuasa Hukum Demokrat yang Kedaluwarsa

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke