Dugaan pelanggaran kode etik ini berkaitan dengan status Wahyu sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024, yang juga menyeret nama Politisi PDI Perjuangan Harun Masiku.
Sebelum menggelar sidang pembacaaan putusan, DKPP telah lebih dulu mendengar keterangan Wahyu dalam sidang yang diselenggarakan Rabu (15/1/2020).
Adapun pihak pengadu dalam perkara ini adalah Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Menurut Bawaslu, ada dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Wahyu terkait proses pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR 2019-2024.
Bagaimana putusan DKPP atas perkara ini? Berikut sejumlah fakta persidangan pembacaan putusan DKPP terkait kasus Wahyu Setiawan:
1. Sanksi pemberhentian
DKPP menjatuhkan sanksi kepada Wahyu Setiawan berupa pemberhentian tetap sebagai anggota KPU RI.
"Menjatuhkan sanksi pemberhentian tetap kepada teradu Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI sejak putusan ini dibacakan," kata Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DKPP Muhammad dalam persidangan di Gedung DKPP, Thamrin, Jakarta Pusat, Kamism
DKPP menyatakan, Wahyu Setiawan telah melanggar kode etik karena melakukan pertemuan di luar kantor KPU dengan sejumlah pihak yang mengupayakan penetapan Politisi PDI Perjuangan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui proses pergantian antar waktu (PAW).
Beberapa pihak itu seperti, mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio Fridelina, Saeful, dan Doni.
Agustiani Tio Fridelina dan Saeful belakangan ditetapkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka bersamaan dengan penetapan tersangka Wahyu Setiawan dan Harun Masiku.
DKPP menilai, Wahyu Setiawan melanggar Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilihan Umum.
Dalam putusannya, DKPP juga memerintahkan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi pelaksanaan putusan mereka, serta memerintahkan Presiden RI untuk melaksanakan putusan ini.
"Memerintahkan Bawaslu utk mengawasi pelaksanaan putusan ini," ujar Muhammad.
"Presiden Republik Indonesia untuk melaksanakan putusan ini paling lambat tujuh hari," lanjutnya.
2. Salahgunakan wewenang
Wahyu Setiawan dinyatakan melanggar kode etik penyelenggara pemilu karena bertemu dan berkomunikasi dengan sejumlah pihak yang mengupayakan penetapan Politisi PDI Perjuangan, Harun Masiku, sebagai anggota DPR melalui proses PAW.
Rangkaian pertemuan dan komunikasi itu, oleh DKPP dinilai sebagai niat buruk Wahyu Setiawan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
"Rangkaian pertemuan dan komunikasi dalam usaha melakukan PAW anggota DPR yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan menunjukkan adanya itikad buruk dari teradu dengan menggunakan wewenang untuk mendapatkan keuntungan pribadi atas penyalahgunaan jabatan," kata Anggota DKPP Ida Budhiati dalam persidangan.
Dalam persidangan sebelumnya yang digelar DKPP Rabu (15/1/2020), Wahyu mengakui bahwa dirinya pernah beberapa kali bertemu dengan pihak-pihak yang mengupayakan PAW Harun Masiku.
DKPP berpandangan, sebagai anggota KPU, Wahyu Setiawan seharusnya menjadi contoh dan teladan dengan menunjukkan sikap mandiri, kredibel, dan berintegritas.
Namun sebaliknya, Wahyu justru menunjukkan ketidakmandirian penyelenggara pemilu yang berujung pada sikap partisan.
"Sikap dan tindakan teradu yang berpihak dan bersifat partisan kepada partai politik tertentu merupakan bentuk pengkhianatan terhadap demokrasi," ujar Ida.
3. Tak diingatkan
Ketua KPU Arief Budiman dan komisioner KPU lainnya sempat disebut dalam sidang pembacaan putusan DKPP terkait kasus Wahyu Setiawan.
Arief dan jajaran KPU lain dinilai melakukan pembiaran terhadap tindakan Wahyu Setiawan yang bertemu dengan sejumlah pihak yang mengupayakan penetapan Harun Masiku sebagai anggota DPR melalui proses PAW.
Menurut DKPP, seharusnya, Arief dan komisioner KPU lainnya mengingatkan Wahyu bahwa pertemuan pembahasan PAW Harun Masiku di luar kantor KPU adalah pelanggaran kode etik.
"Ketua dan anggota KPU terkesan melakukan pembiaran tanpa berusaha mencegah bahwa pertemuan teradu dengan peserta pemilu di luar kantor sekretariat jenderal KPU merupakan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu," kata Anggota DKPP Ida Budhiati dalam persidangan.
Ida mengatakan, dalam tata kerja KPU, telah ditegaskan larangan bagi jajaran KPU melakukan pertemuan dengan peserta pemilu dan tim kampanye di luar kantor sekretariat jenderal KPU atau di luar kegiatan dinas.
Ketentuan itu, kata Ida, seharusnya dipahami sebagai sarana kontrol bagi setiap jajaran KPU.
Namun, nyatanya itu tak berjalan dengan baik, terbukti dengan Wahyu Setiawan yang bebas melakukan pertemuan dengan beberapa pihak yang mengupayakan PAW Harun Masiku di luar kantor.
"Ketua dan anggota lainnya tidak mengingatkan bahwa tindakan teradu telah melanggar peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017, bahkan terhadap Peraturan KPU Tahun 2019," ujar Ida.
Atas hal ini, DKPP mengingatkan Arief Budiman dan anggota KPU lainnya untuk lebih ketat dalam melakukan pengawasan internal.
"DKPP perlu mengingatkan pihak terkait, ketua dan anggota KPU RI, untuk mengefektifkan sistem pengendalian internal sesuai dengan Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 17 dan PKPU Nomor 8 Tahun 2019," kata Ida.
4. Peningkatan pengawasan
Berangkat dari kasus Wahyu Setiawan, DKPP lantas menyarankan jajaran KPU untuk meningkatkan sistem pengawasan internal mereka.
Ketua dan Komisioner KPU diminta untuk tak menerima tamu secara sendirian.
"Sistem pengawasan internal itu bisa dibangun dengan membuat sebuah standar operasional prosedur," kata Anggota DKPP Ida Budhiati usai sidang.
"Silahkan datang ke kantor dan di kantor ada SOP-nya tidak bisa menerima tamu sendiri. Ya harus melibatkan sekurang-kurangnya sekretariat untuk duduk mendengarkan, mencatat apa yang disampaikan, apa yang direspon," lanjutnya.
Ida mengatakan, dengan tidak menerima tamu secara sendirian, penyelenggara pemilu setidaknya telah menghindati tuduhan negatif atau kecurigaan.
Dengan begitu, kemandirian dan integritas bisa diwujudkan.
Jika atas pertemuan-pertemuan itu terjadi kecurigaan di kemudian hari, kata Ida, penyelenggara pemilu pun tidak akan kesulitan dalam memberi penjelasan sendirian ke publik.
"Kalau muncul ada persoalan keberpihakan atau sekuarang-kurangnya kecurigaan, maka dokumen ini yang bisa membantu menjelaskan. Tidak harus capek berbusa-busa panjang kata," ujar Ida.
"Tadi yang diingatkan untuk tertib administrasi pemilu, bagian dari pelaksanaan prinsip profesionalitas dan akuntabilitas," katanya lagi.
https://nasional.kompas.com/read/2020/01/17/06125981/fakta-sidang-etik-wahyu-setiawan-diberhentikan-tetap-hingga-ketua-kpu-kena