Salin Artikel

KPK Buka Segel di Ruang Kerja Wahyu Setiawan

JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah membuka segel di ruang kerja komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Wahyu merupakan tersangka kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024.

Hal itu diungkapkan oleh Ketua KPU, Arief Budiman, kepada wartawan, Selasa (14/1/2020).

"Sudah dibuka (segel di ruangan Wahyu Setiawan). Baik yang di sini (ruang kerja di Kantor KPU) maupun yang di rumah (rumah dinas)," ujar Arief di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat.

Arief mengungkapkan, saat penyidik KPK menggeledah ruang kerja Wahyu pada Senin (13/1/2020), dirinya sempat bertanya apakah masih ada lagi lokasi lain yang akan digeledah.

"Saya kemarin bertanya, 'Ini udah selesai semua? Sudah ada lagi?', lalu dijawab 'Sementara sudah Pak, sudah selesai," tutur Arief.

Arief juga membenarkan bahwa KPK membawa sejumlah dokumen dari ruang kerja Wahyu.

Hanya saja, dirinya mengaku tidak mengetahui secara pasti dokumen apa saja yang dibawa oleh penyidik KPK.

Sebelumnya, Penyidik KPK menyita sejumlah dokumen terkait kasus suap yang melibatkan Wahyu Setiawan.

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, dokumen-dokumen tersebut didapat penyidik dari penggeledahan ruang kerja Wahyu di Kantor KPU RI, Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020) hari ini.

"Sementara yang kami dapatkan dari penggeledahan untuk sementara mendapatkan beberapa dokumen yang penting terkait dengan rangkaian perbuatan dari tersangka yang nanti akan kami konfirmasi lebih lanjut," kata Ali di Gedung Merah Putih KPK, Senin malam.

Ali menuturkan, penggeledahan hari ini juga dilakukan di rumah dinas Wahyu yang beralamat di kawasan Pejaten, Jakarta Selatan.

Ali menambahkan, sejauh ini pihaknya belum menemukan uang tunai dari dua lokasi yang digeledah.

"Untuk informasi sementara ya dari rekan-rekan yang ada di lapangan belum ditemukan uang atau tidak ditemukan uang, tapi beberapa dokumen dokumen menjadi penting nanti ketika dikonfirmasi pada saksi," kata Ali lagi.

Sementara itu, Ali enggan mengungkap lokasi-lokasi berikutnya yang akan digeledah KPK terkait kasus Wahyu Setiawan, termasuk kemungkinan KPK menggeledah Kantor DPP PDI Perjuangan.

"Nanti kami akan sampaikan lebih lanjut kepada rekan-rekan semua kegiatan apa selanjutnya setelah tim penyidik setelah malam ini selesaikan penggeledahan di dua tempat tersebut," kata Ali.

Wahyu Setiawan dijadikan tersangka karena diduga menerima suap setelah berjanji untuk menetapkan caleg PDI-P Harun Masiku sebagai anggota DPR terpilih melalui mekanisme PAW.

KPK menyebutkan, Wahyu telah menerima uang senilai Rp 600 juta dari Harun dan sumber dana lainnya yang belum diketahui identitasnya. Sedangkan, Wahyu disebut meminta uang operasional sebesar Rp 900 juta untuk memuluskan niat Harun.

KPK menetapkan total empat tersangka dalam kasus suap yang menyeret komisioner KPU Wahyu Setiawan.

Selain Wahyu, KPK juga menetapkan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang juga orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina.

Kemudian, politisi PDI-P Harun Masiku, dan pihak swasta bernama Saeful. Dua nama terakhir disebut Lili sebagai pemberi suap. Sementara Wahyu dan Agustiani diduga sebagai penerima suap.

Wahyu, Agustiani, dan Saeful sudah ditahan KPK setelah terjaring lewat operasi tangkap tangan pada Rabu (8/1/2020) lalu. Sedangkan, keberadaan Harun masih belum diketahui.

https://nasional.kompas.com/read/2020/01/14/16045691/kpk-buka-segel-di-ruang-kerja-wahyu-setiawan

Terkini Lainnya

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Komisi X Rapat Bareng Nadiem Makarim, Minta Kenaikan UKT Dibatalkan

Nasional
Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Menaker Ida Paparkan 3 Tujuan Evaluasi Pelaksanaan Program Desmigratif

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

ICW Dorong Dewas KPK Jatuhkan Sanksi Berat, Perintahkan Nurul Ghufron Mundur dari Wakil Ketua KPK

Nasional
Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Prabowo Disebut Punya Tim Khusus untuk Telusuri Rekam Jejak Calon Menteri

Nasional
Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Reformasi yang Semakin Setengah Hati

Nasional
Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat 'Geo Crybernetic'

Lemhannas Dorong Reaktualisasi Ketahanan Nasional Lewat "Geo Crybernetic"

Nasional
Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Sidang Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Sukseskan WWF 2024, Pertamina Group Paparkan Aksi Dukung Keberlanjutan Air Bersih

Nasional
ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

ICW Dorong Dewas KPK Tetap Bacakan Putusan Kasus Nurul Ghufron, Sebut Putusan Sela PTUN Bermasalah

Nasional
Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Anies Dinilai Sulit Cari Partai yang Mau Mengusungnya sebagai Cagub DKI Jakarta

Nasional
PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

PAN Klaim Dapat Jatah 4 Menteri, Zulkifli hingga Viva Yoga Mauladi

Nasional
SYL Klaim Tak Pernah 'Cawe-cawe' soal Teknis Perjalanan Dinas

SYL Klaim Tak Pernah "Cawe-cawe" soal Teknis Perjalanan Dinas

Nasional
Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Ribut dengan Dewas KPK, Nurul Ghufron: Konflik Itu Bukan Saya yang Menghendaki

Nasional
Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Kemenag Kecewa 47,5 Persen Penerbangan Haji yang Gunakan Garuda Indonesia Alami Keterlambatan

Nasional
Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Klarifikasi Korps Marinir soal Kematian Lettu Eko, Akui Awalnya Tak Jujur demi Jaga Marwah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke