Mereka yang masih merangkap jabatan pun diminta untuk mengundurkan diri dari jabatan sebelumnya.
Namun demikian, bunyi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK tak mengatur secara tegas soal rangkap jabatan.
Dalam Pasal 29 huruf i hanya disebutkan bahwa salah satu persyaratan pimpinan KPK adalah "melepaskan jabatan struktural dan atau jabatan lainnya selama menjadi anggota KPK".
Keberadaan aturan tersebut pun dibenarkan oleh Pakar Hukum Tata Negara Feri Amsari.
"Benar tidak ada aturan tegas," kata Feri kepada Kompas.com, Selasa (24/12/2019).
Meski tak diatur tegas, menurut Feri, secara etika rangkap jabatan tak boleh dilakukan. Sebab, hal itu mengancam kinerja KPK.
Feri mencontohkan rangkap jabatan struktural Ketua KPK Firli Bahuri sebagai Analisis Kebijakan Utama Badan Pemelihara Keamanan Polri.
Hal ini, kata Feri Amsari, tak bisa dibenarkan secara administratif.
"Apalagi status dia menjadi polisi aktif itu membuat atasannya dua, yaitu Presiden dan Kapolri. Masa ketua KPK adalah bawahan Presiden dan Kapolri," kata Feri.
Anggota Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Syamsuddin Haris mengimbau pimpinan KPK baru yang masih rangkap jabatan untuk segera mengundurkan diri dari jabatan sebelumnya.
"Ya, sebaiknya tentu tidak (rangkap jabatan)," kata Syamsudin saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK Jakarta Selatan, Senin (23/12/2019).
Syamsudin mengatakan, sebenarnya tidak ada aturan bahwa pimpinan KPK tidak boleh merangkap jabatan. Namun, seharusnya pimpinan punya kesadaran diri terkait hal itu.
"Iya, sebetulnya tidak hitam putih, tidak ada juga dinyatakan sejauh yang saya baca, tapi ini menyangkut kesadaran personal aja," ujar dia.
Dari lima pimpinan KPK yang baru, diketahui, Firli Bahuri masih menjabat struktural di Polri sebagai Analisis Kebijakan Utama Badan Pemelihara Keamanan Polri.
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/24/16213341/polemik-rangkap-jabatan-pimpinan-kpk-begini-aturannya