JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah Indonesia tengah berupaya membebaskan tiga nelayan asal Indonesia yang ditawan kelompok teroris Abu Sayyaf.
Ketiganya diculik ketika tengah mencari ikan di perairan Lahad Datu, Malaysia, sekitar September 2019.
Ketiganya adalah Maharudin Lunani (48) dan anaknya, Muhammad Farhan (27), serta kru kapal Samiun Maneu (27). Mereka berasal dari Baubau dan Wakatobi, Sulawesi Tenggara.
Penyanderaan ketiganya diketahui melalui rekaman video di laman Facebook. Dalam penculikan itu, penyandera meminta tebusan sebesar Rp 8 miliar.
Kini, pemerintah mulai melakukan koordinasi lintas kementerian dan lembaga dalam negeri guna membebaskan ketiga nelayan tersebut.
Pada Selasa (17/12/2019), Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum (Menko Polhukam) Mahfud MD memimpin rapat koordinasi terbatas (rakortas) membahas langkah pembebasan.
Rakortas itu dihadiri Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, perwakilan Badan Intelijen (BIN), Wakil Menteri Pertahanan Sakti Wahyu Trenggono, perwakilan TNI, hingga Kementerian Luar Negeri.
Koordinasi antarnegara
Dalam upaya pembebasan tiga nelayan tersebut, pemerintah telah berkoordinasi dengan dua negara sekaligus, yakni Malaysia dan Filipina.
Koordinasi dengan Pemerintah Malaysia karena ketiga nelayan tersebut karena perusahaan tempat para korban berasal dari Malaysia.
Adapun koordinasi dengan Pemerintah Filipina karena penculik berasal dari negeri lumbung padi itu.
"Malaysia itu yang punya perusahaan, yang mempekerjakan nelayan. Filipina adalah warganya yang melakukan penyanderaan dan indonesia korbannya," ujar Mahfud di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa (17/12/2019).
Mahfud mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga sudah melakukan koordinasi dengan Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
"Diplomasi antara Kemenlu dan Filipina jalan, presiden dengan presiden ada juga," kata dia.
Tanggung jawab negara
Mahfud mengatakan, negara memiliki tanggung jawab terhadap keselamatan warganya, termasuk terhadap tiga nelayan asal Indonesia yang disandera kelompok teroris Abu Sayaf.
Dia menegaskan, negara akan hadir dalam rangka menyelamatkan tiga WNI tersebut.
"Pokoknya kita akan menyelamatkan karena negara harus bertanggung jawab atas keselamatan warganya," kata dia.
Mahfud menambahkan, selama ini pemerintah sudah melakukan analisis guna melancarkan pembebasan.
Salah satu analisis yang dilakukan adalah dengan cross check wilayah perairan.
"Ada juga masalah penataan laut nelayan-nelayan, sebagian juga sudah dianalisis dan sebagainya. Macam-macamlah," katanya.
Pembebasan Tanpa Noda
Pemerintah Indonesia menginginkan proses pembebasan ketiga nelayan itu tanpa menimbulkan hilangnya nyawa dan noda kedaulatan negara terkait.
"Selama ini untuk tetap berusaha membebaskan tersandera tanpa korban jiwa dan tanpa menodai kedaulatan negara kita maupun negara-negara yang bersangkutan," ujar Mahfud.
Mahfud mengatakan, pemerintah telah mengambil langkah pembebasan para sandera.
Namun, langkah tersebut dirahasiakan karena menyangkutnya jalannya operasi pembebasan.
"Tentu ini rahasia karena kalau dibuka itu namanya bukan sebuah tindakan untuk pembebasan. Pokoknya kami sudah kompak sudah punya solusi langkah dengan berbagai tahapannya," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu.
Tunggu perintah
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen Sisriadi menyatakan TNI siap menurunkan Komando Operasi Khusus (Koopssus) TNI apabila ada permintaan negara guna membantu pembebasan tiga WNI tersebut.
"Koopssus TNI siap dilibatkan dalam operasi bila ada permintaan dari negara terkait," ujar Sisriadi ketika dihubungi, Selasa (17/12/2019).
Koopssus TNI merupakan gabungan dari tiga matra, yakni darat, laut, dan udara.
Satuan elite ini dapat meningkatkan efektivitas TNI dalam merespons operasi khusus.
Namun, Sisriadi menyatakan diterjunkannya Koopssus TNI perlu ada keputusan dari negara.
"(Perlu) ada keputusan politik di negara kita. Sampai saat ini belum ada permintaan dan keputusan politik negara," katanya.
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/18/08182471/upaya-pembebasan-3-wni-disandera-abu-sayyaf-langkah-diplomasi-hingga