Salin Artikel

Nurhadi, Eks Sekretaris MA yang Punya Harta Rp 33,4 M dan Cerita Suvenir iPod di Pernikahan Anak

Ia diduga menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 46 miliar dalam kurun waktu 2011 sampai 2016.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan, Nurhadi menerima suap dan gratifikasi itu melalui menantunya yang bernama Rezky Herbiyono.

Setidaknya ada tiga sumber suap dan gratifikasi yang diterima Nurhadi, yakni perkara perdata PT MIT vs PT Kawasan Berikat Nusantara, sengketa saham di PT MIT, dan gratifikasi terkait dengan sejumlah perkara sengketa tanah di tingkat kasasi dan peninjauan kembali (PK).

Lantas, berapa harta kekayaan Nurhadi?

Nurhadi tercatat memiliki kekayaan sekitar Rp 33,4 miliar. Hal itu berdasarkan Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang dilaporkan Nurhadi pada 7 November 2012 dan diterbitkan KPK secara resmi pada sekitar awal April 2014.

Saat itu, Nurhadi melaporkan kekayaannya dalam kapasitas sebagai Sekretaris MA.

Berdasarkan laporan tersebut, Nurhadi tercatat memiliki 18 aset tanah dan bangunan dengan nilai total Rp 7,63 miliar.

Asetnya tersebar di wilayah Jakarta Selatan, Kabupaten Bogor, Kabupaten Malang, Kabupaten Kudus, Kabupaten Mojokerto dan Kabupaten Kediri.

Selain aset tanah dan bangunan, Nurhadi memiliki 4 mobil dengan merek Toyota Camry dengan nilai jual Rp 600 juta; Mini Cooper dengan nilai jual Rp 700 juta; Lexus dengan nilai jual Rp 1,9 miliar dan Jaguar dengan nilai jual Rp 805 juta.

Nurhadi juga mempunyai aset logam mulia dengan nilai jual Rp 500 juta; batu mulia dengan nilai jual Rp 8,6 miliar; barang seni dan antik dengan nilai jual Rp 1 miliar dan aset bergerak lainnya dengan nilai jual Rp 1,15 miliar.

Selanjutnya, ada aset berupa giro dan setara kas lainnya senilai Rp 10,77 miliar.

Suvenir iPod di pernikahan anak

Selain namanya sempat disinggung dalam beberapa perkara korupsi. Sosok Nurhadi juga sempat mengundang sorotan media ketika para undangan yang menghadiri pernikahan anaknya mendapatkan suvenir iPod pada Sabtu (15/3/2014) silam di Hotel Mulia.

Dalam resepsi tersebut, para tamu mendapatkan iPod Shuffle sebagai suvenir.

Undangan yang disebar berjumlah 2.500, termasuk ke para pejabat. Bentuknya kotak dan berukuran sebesar majalah. Ketika dibuka, undangan mirip pajangan foto.

Di dalam undangan itu terdapat semacam kartu yang menggunakan barcode.

Kartu ini bisa ditukarkan dengan cendera mata berupa iPod Shuffle 2 GB yang nilainya saat itu sekitar Rp 699 ribu.

Atas peristiwa itu, Ketua MA Hatta Ali Hatta Ali meminta agar masalah suvenir resepsi pernikahan itu tak lagi dibesar-besarkan. Hatta berharap polemik terkait masalah ini segera dihentikan.

"Sebenarnya masalah ini kok dibesar-besarkan? Clear saja, stop saja. Udah ya," ujar Hatta saat ditemui seusai pertemuan pimpinan lembaga negara di gedung Majelis Permusyawaratan Rakyat, Senayan, Jakarta, Kamis (20/3/2014).

Hatta mengatakan, Ipod tersebut dipesan oleh besan Nurhadi dari luar negeri. Bukti pemesanannya, lanjutnya, sudah ada sejak tahun 2013.

Saat ditanyakan apakah Ipod itu perlu dikembalikan atau tidak, Hatta tak menjawab secara gamblang.

Polemik itu berlanjut karena KPK menerima laporan dari 250 orang yang menerima suvenir iPod dalam pernikahan anak Nurhadi.

Mereka yang melaporkan suvenir itu sebagian besar berasal dari hakim.

"Yang lapor terima iPod ada 250 orang, terdiri dari 235 dari hakim," ujar Johan Budi melalui pesan singkat, Kamis (17/4/2014).

Johan mengatakan, 15 laporan lainnya berasal dari pihak Komisi Yudisial, Ombudsman RI, Kementerian Sosial, Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan.

KPK juga menerima laporan gratifikasi yang disampaikan Nurhadi terkait resepsi pernikahan anaknya. Nurhadi melaporkan ke KPK karangan bunga yang diterimanya terkait resepsi.

Selain itu, Direktur Gratifikasi KPK Giri Suprapdiono saat itu mengatakan, MA belum menerapkan sistem pengendalian gratifikasi.

Kasus penerimaan suvenir berupa iPod dalam resepsi pernikahan ini bisa menjadi pintu masuk bagi lembaga kehakiman itu untuk menerapkan pengendalian gratifikasi di internal lembaga.

"Belum. Ini awal yang bagus untuk masuk memulai pengendalian gratifikasi," kata Giri di Jakarta, Kamis (27/3/2014).

Sistem ini dinilai Giri penting diterapkan di setiap lembaga negara/kementerian untuk mengubah mental pejabat/penyelenggara negara, ataupun penegak hukum.

Selain itu, menurut Giri, unit pengendalian gratifikasi bisa mempermudah pelaporan gratifikasi di masing-masing lembaga.

Peristiwa itu juga sempat mendorong Koalisi Masyarakat Antikorupsi meminta Komisi Yudisial (KY) memasukkan nama-nama hakim yang tidak melaporkan penerimaan suvenir iPod dalam resepsi pernikahan itu ke dalam daftar hitam.

"Kami mendesak Komisi Yudisial untuk koordinasi dengan KPK dan mem-blacklist nama-nama hakim yang tidak melaporkan gratifikasi iPod," ujar peneliti Indonesian Legal Roundtable Erwin Natosmal Oemar, di Gedung KY, Jakarta Pusat, Rabu (30/4/2014) saat itu.

Menanggapi laporan tersebut, Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga dan Layanan Informasi Komisi Yudisial (KY) Imam Anshori Saleh menyetujui langkah koalisi yang menuntut KY agar menindak hakim yang melanggar hukum.

"Saya juga setuju sama daftar hitam, supaya masuk track record-nya (hakim)," ujar Imam.

Kini jadi tersangka

Kini, Nurhadi menjadi tersangka bersama menantunya, Rezky Herbiyono.

Dalam perkara PT MIT vs PT KBN, Rezky selaku menantu Nurhadi diduga menerima sembilan lembar cek atas nama PT MIT dari Direktur Utama PT MIT Hiendra Soenjoto untuk mengurus perkara itu.

Rezky menjaminkan delapan lembar cek dari PT MIT dan tiga lembar cek milik Rezky untuk mendapatkan uang dengan nilai Rp 14 miliar.

Namun, PT MIT kalah dalam perkara itu sehingga Hiendra meminta kembali sembilan lembar cek yang pernah diberikan tersebut.

Kemudian, dalam perkara sengketa saham PT MIT, Hiendra diduga menyerahkan suap senilai Rp 33,1 miliar kepada Nurhadi melalui Rezky supaya Hiendra dapat memenangkan perkara tersebut.

Transaksi tersebut dilakukan dalam 45 kali transaksi yang diduga sengaja dilakukan agar tidak mencurigakan karena nilai transaksi yang begitu besar.

Di samping itu, Nurhadi juga diduga menerima sejumlah uang dengan total sekitar Rp 12,9 Miliar terkait dengan penanganan perkara sengketa tanah di tingkat Kasasi dan PK di MA dan permohonan perwalian selama kurun waktu Oktober 2014-Agustus 2016.

Nurhadi diduga tidak pernah melaporkan penerimaan itu ke KPK dalam batas waktu 30 hari sejak penerimaan.

https://nasional.kompas.com/read/2019/12/17/10340801/nurhadi-eks-sekretaris-ma-yang-punya-harta-rp-334-m-dan-cerita-suvenir-ipod

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke