Kelompok teroris Abu Sayyaf diketahui meminta tebusan sekitar Rp 8,3 miliar kepada pemerintah Indonesia.
"Jangan ada kompromi dong sama hijacker (pembajak)," kata Syarief di DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (10/12/2019).
Sebab, Syarief menilai kejadian serupa sering dialami Indonesia. Oleh karena itu, dia mengatakan pemerintah semestinya mulai evaluasi diri.
"Kok kayanya berulang-ulang saja tuh. Kalau berulang-ulang ya harus dievaluasi, kenapa kok bisa berulang, iya kan," ujarnya.
Dia menduga ada celah-celah yang belum terpantau pemerintah sehingga peristiwa penyanderaan terhadap WNI dapat terjadi.
Syarief sekali lagi menekankan agar pemerintah tidak begitu saja menuruti kelompok Abu Sayyaf untuk melepaskan ketiga sandera WNI tersebut.
"Mungkin di mana celah yang kurang termonitor. Dan mungkin betuk kerja samanya juga yang harus juga dievaluasi. Jangan kompromi lah," kata Syarief.
Penyanderaan tiga nelayan WNI oleh kelompok Abu Sayyaf diketahui lewat sebuah video di Facebook. Dalam video itu, para nelayan mengirim pesan agar Jokowi membebaskan mereka dengan membayar tebusan.
Tiga WNI itu adalah Maharudin Lunani (48), Muhammad Farhan (27), dan Samiun Maneu (27).
Ketiganya diculik kelompok teroris saat sedang melaut dan memancing udang di Pulau Tambisan, Lahad Datu, Sabah, pada 24 September 2019.
Menko Polhukam Mahfud MD menyebut pemerintah masih bernegosiasi untuk membebaskan tiga nelayan itu. Mahfud mengatakan, sampai saat ini kelompok Abu Sayyaf masih menutup diri.
Kendati demikian, ia memastikan pemerintah tak akan begitu saja menuruti kelompok Abu Sayyaf yang meminta tebusan sekitar Rp 8,3 miliar.
"Ya kan minta tebusannya Rp 8,3 miliar kan, tapi kalau kita nuruti tebusan terus, masa kalah sama perampok," kata Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (9/12).
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/10/21064411/soal-penyanderaan-wni-oleh-abu-sayyaf-anggota-komisi-i-jangan-ada-kompromi