Sebutan itu digunakan untuk menggambarkan kewenangan ketua umum dan sekjen yang bisa sewaktu-waktu mengganti struktur kepengurusan, jika ada kader yang tak sejalan.
Kondisi itu, kata Kalla, tidak hanya terjadi di internal Golkar, tetapi hampir di semua partai politik.
"Ada seorang pimpinan partai, bukan Golkar, tapi saya kira persoalan itu sama saja hampir semua partai, termasuk Golkar, 'Pak, DPP itu sekarang seperti malaikat maut', loh apa maksud dia malaikat maut DPP itu?" ujar Kalla dalam sebuah diskusi di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa (3/12/2019).
"Ketua umum itu 'Ya dia tentukan segala-galanya, kalau kita enggak setuju dan sejalan langsung di Plt kan', dan itu terjadi di Golkar luar biasa banyaknya karena enggak setuju," sambungnya.
Tidak hanya itu, Kalla mengatakan, calon anggota legislastif, gubernur, hingga bupati, seluruhnya DPP yang menentukan.
Ia menyinggung kondisi tersebut hampir sama dengan era diktator.
"Jangan sampai ada diktator zaman dulu pindah ke partai," ujarnya.
Oleh karenanya, Kalla mendorong adanya revisi undang-undang kepartaian.
Revisi tersebut harus mengatur ulang tentang kewenangan ketua umum dan sekretaris jenderal partai, khususnya dalam hal memberhentikan pengurus harian dan menunjuk calon legislatif hingga kepala daerah.
"Itu yang harus diubah itu semuanya undang-undang kepartaian," katanya.
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/04/08404191/jusuf-kalla-cerita-soal-ketum-parpol-layaknya-malaikat-maut