Adapun, Idrus terjerat dalam kasus suap terkait kesepakatan terkait proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Kasus ini juga menjerat pengusaha Johannes Budisutrisno Kotjo dan mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih. Keduanya juga telah divonis bersalah.
"Dalam putusan tersebut Mahkamah Agung mengabulkan permohonan kasasi Terdakwa dan membatalkan putusan Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta," kata Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro dalam keterangan tertulis, Selasa (3/12/2019).
"Kemudian MA menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 2 tahun denda Rp 50 juta subsider 3 bulan kurungan," ujar dia.
Pada tingkat pertama, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara.
Saat itu Idrus diwajibkan membayar denda Rp 150 juta subsider 2 bulan kurungan.
Pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta memperberat hukuman Idrus Marham menjadi 5 tahun penjara.
Saat itu, mantan menteri sosial itu diwajibkan membayar denda Rp 200 juta subsider 2 bulan kurungan.
"Menurut majelis hakim kasasi, kepada Terdakwa lebih tepat diterapkan dakwaan melanggar Pasal 11 UU Tipikor yaitu menggunakan pengaruh kekuasaannya sebagai Plt Ketua Umum Golkar," kata Andi.
Karena pada mulanya, kata Andi, Eni Maulani Saragih melaporkan perkembangan proyek PLTU MT Riau-1 tidak lagi kepada Setya Novanto lantaran terjerat kasus korupsi e-KTP.
"Tetapi melaporkannya kepada Terdakwa Idrus Marham sebab pada saat itu Terdakwa menjabat sebagai Plt Ketua Umum Golkar dengan tujuan agar Eni Maulani Saragih tetap mendapat perhatian dari Johanes Budisutrisno Kotjo," ujar dia.
"Serta saksi Eni Maulani Saragih menyampaikan kepada Terdakwa kalau dirinya akan mendapatkan fee dalam mengawal proyek PLTU MT Riau-1," ujar Andi.
Andi menjelaskan, putusan tersebut dijatuhkan oleh majelis hakim MA pada hari Senin, 2 Desember 2019.
Suhadi saat itu menjadi Ketua Majelis serta Abdul Latif dan Krishna Harahap, masing-masing sebagai Hakim Anggota.
Dalam kasus ini, pada putusan sebelumnya, Idrus terbukti menerima suap bersama-sama Wakil Ketua Komisi VII DPR Eni Maulani Saragih.
Hakim saat itu menjelaskan, secara fisik, Idrus tak menikmati uang suap. Akan tetapi, Idrus mengetahui dan menghendaki adanya penerimaan uang Rp 2,250 miliar yang diterima Eni.
Idrus secara aktif juga membujuk agar Kotjo memberikan uang kepada Eni.
Selain untuk membiayai keperluan partai, uang tersebut juga untuk membiayai keperluan suami Eni yang maju dalam pemilihan kepala daerah di Temanggung.
Pemberian uang tersebut agar Eni membantu Kotjo mendapatkan proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang (PLTU) Riau 1.
Proyek tersebut rencananya dikerjakan PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources, dan China Huadian Engineering Company Ltd yang dibawa oleh Kotjo.
https://nasional.kompas.com/read/2019/12/03/20082151/ma-kurangi-hukuman-idrus-marham-jadi-dua-tahun