Sejak awal, Zico sudah memprediksi MK tidak akan menerima permohonan yang diajukan oleh puluhan rekannya sesama mahasiswa.
"Kami sudah menduga ini akan terjadi," kata Zico usai MK membacakan putusan dalam sidang yang digelar di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).
Zico meyakini hal itu lantaran MK memajukan jadwal sidang pertama dan kedua perkaranya.
Awalnya, sidang dijadwalkan digelar pada 9 Oktober 2019. Namun, MK kemudian memajukannya menjadi 30 September 2019.
Kala itu, permohonan Zico dan dan rekan-rekannya belum mencantumkan nomor UU KPK hasil revisi. Sebab, UU tersebut belum diregistrasi oleh Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) dan baru akan diberi nomor pada 17 Oktober 2019.
Karena jadwal sidang pertama dimajukan, maka, batas akhir penyerahan perbaikan permohonan pun maju lebih awal.
Pemohon diberi waktu hingga 14 Oktober 2019 atau 14 hari setelah sidang pertama untuk memperbaiki berkas permohonannya. Padahal, di tanggal tersebut, UU KPK belum juga diregistrasi dan diberi nomor.
Panitera MK juga kembali memajukan jadwal sidang kedua. Dari yang semula akan digelar pada 23 Oktober 2019, menjadi 14 Oktober 2019.
Namun, kala itu Zico dan rekanannya menolak dengan alasan menunggu UU KPK diberi nomor.
Karena panitera MK meminta pemohon untuk tetap memajukan jadwal sidang, pemohon kemudian sepakat untuk memajukan sidang menjadi tanggal 21 Oktober.
Pada berkas permohonan perbaikan, dituliskan pemohon mengajukan uji materil dan formil UU KPK, dengan catatan nomor 16 Tahun 2019.
Zico mengatakan, kala itu, panitera menjanjikan pada pihaknya untuk mengganti pencatatan nomor UU KPK dalam berkas permohonan, ketika sidang kedua.
Ternyata, dalam persidangan majelis hakim tak mengizinkan pemohon mengganti catatan nomor UU KPK hasil revisi.
"Padahal MK yang memajukan, MK yang tidak mau menerima. Padahal kami udah ada bukti itu kesepakatan. Di surat panggilan kami masih ditulis putusan (atas permohonan) UU Nomor 19 tahun 2019," ujar Zico.
Zico dan rekanannya sempat bersurat ke MK sebanyak dua kali, untuk menanyakan alasan dimajukannya jadwal persidangan. Namun, surat itu tak berbalas.
Karena pesimis gugatannya bakal diterima, pun mencabut permohonan mereka pada19 November 2019.
Akan tetapi, MK tetap menjadwalkan persidangan pembacaan putusan permohonan Zico.
Atas peristiwa ini, Zico berniat untuk melaporkan hakim MK ke Dewan Etik MK. Pertama, untuk mempertanyakan pemajuan jadwal sidang, dan kedua untuk meminta kejelasan kenapa MK tetap menggelar sidang pembacaan putusan sementata pemohon telah mencabut permohonan mereka.
"Ketiga, kenapa di surat panggilan putusan pengujian UU Nomor 19 sedangkan di putusannya tadi Nomor 16," kata Zico.
Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak menerima permohonan uji materil dan formil Undang-undang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) hasil revisi yang diajukan puluhan mahasiswa dari sejumlah universitas.
"Permohonan para pemohon tidak dipertimbangkan lebih lanjut," kata Ketua Majelis Hakim MK Anwar Usman dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (28/11/2019).
Dalam pertimbangannya, MK menilai permohonan pemohon salah objek atau error in objecto.
Pasalnya, dalam gugatannya, pemohon meminta MK menguji Undang-undang Nomor 16 Tahun 2019. Padahal, pemohon bermaksud mengguggat UU KPK hasil revisi.
UU Nomor 16 Tahun 2019 sendiri mengatur tentang Perkawinan. UU tersebut merupakan aturan perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974.
Adapun UU KPK hasil revisi dicatatkan sebagai UU Nomor 19 Tahun 2019. UU tersebut merupakan aturan perubahan kedua dari UU Nomor 30 Tahun 2002.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/28/15591461/mk-tolak-uji-materi-uu-kpk-kuasa-hukum-pemohon-tak-terkejut