"Sistem munas, sistemnya kan tentu sudah ada mekanismenya dalam AD/ART," ujar Airlangga usai Rapat Pleno di Kantor DPP Golkar, Rabu (27/11/2019) malam.
Terkait wacana munas digelar secara aklamasi, Airlangga mengatakan bahwa ia akan melihat dulu pelaksanaannya.
"Ya kita lihat pada waktu Munas," ucap Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian) ini.
Dalam rapat pleno tersebut, dibahas persiapan Munas yang berlangsung pada 3 hingga 5 Desember di Hotel Ritz Carlton Mega Kuningan, Jakarta.
Airlangga mengatakan, materi Munas sudah rampung. "Tinggal di forum munas, nanti dibahas," ucap Airlangga.
Sebelumnya, anggota Dewan Pembina Partai Golkar MS Hidayat khawatir Golkar terancam perpecahan jika musyawarah nasional menabrak AD/ART.
“Perpecahan bisa terjadi jika dalam Munas 4 Desember nanti tidak ada pemungutan suara yang didahului tahapan penjaringan dan pencalonan," ujar Hidayat dalam keterangan tertulis yang diterima Kompas.com, Rabu (27/11/2019).
Hidayat mengatakan, Golkar rentan perpecahan jika munas nanti ada upaya mengganti mekanisme pemungutan suara langsung dengan dukungan tertulis dari pemilik suara.
Menurut dia, ada risiko munculnya munas tandingan yang dari sisi legalitas dan legitimasi lebih kuat karena acuannya adalah AD/ART Golkar.
Politikus senior partai berlambang pohon beringin itu mengungkapkan, dalam AD/ART Partai Golkar Pasal 50 Ayat (1) disebutkan, pemilihan ketua umum dewan pimpinan pusat, ketua dewan pimpinan daerah provinsi, ketua dewan pimpinan daerah kabupaten/kota, ketua pimpinan kecamatan, dan ketua pimpinam desa/kelurahan atau sebutan lain dilaksanakan secara langsung oleh peserta musyawarah.
Kemudian, pada Ayat (2) diatur bahwa pemilihan dilakukan melalui penjaringan, pencalonan, dan pemilihan.
“Justru dalam tahap penjaringan dan pencalonan inilah, wajah demokrasi Partai Golkar terlihat. Setiap kader Golkar yang potensial dan memenuhi persyaratan dibebaskan mengajukan diri untuk kemudian dijaring dan dicalonkan sebagai ketua umum,” ujar Hidayat.
Ia juga menyampaikan, aklamasi hanya bisa dilakukan setelah melewati penjaringan dan pencalonan.
Ketika mayoritas pemilik suara menginginkan, kata Hidayat, barulah bisa dilakukan mekanisme pengambilan keputusan tersebut.
Sebab, jika aklamasi dilakukan tanpa penjaringan dan pencalonan, sama halnya melakukan pemaksanaan mekanisme.
“Sepanjang dilakukan dengan transparan, fair, dan mematuhi ketentuan AD/ART pasti semua pihak akan menerima apapun hasilnya. Jika ada rekayasa dan pemaksaan itu tetap dilakukan, maka besar potensi terjadi perpecahan dengan acuan AD/ART partai," ucap Hidayat.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/28/05464331/wacana-aklamasi-airangga-hartarto-kita-lihat-pada-waktu-munas