Hal itu menjadi salah satu alasan diterbitkannya Surat Keputusan Bersama (SKB) 11 menteri tentang penanganan radikalisme pada Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Dibutuhkan aturan regulasi yang mendorong aparatur sipil negara konsisten sehingga mereka tidak mudah terpancing dan larut dalam arus yang penuh dengan intoleransi apalagi radikalisme," ujar Hariyono di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (25/11/2019).
Hariyono mengatakan, ASN memiliki konsekuensi untuk memberikan keteladanan kepada masyarakat, termasuk terkait soal radikalisme.
Sebab, ASN digaji oleh negara dan mendapat tugas untuk menjalankan tugas pokok serta fungsi pemerintahan.
Di sisi lain, kata Hariyono, ASN juga memiliki kewajiban untuk mengakui Pancasila sebagai dasar negara.
"Konsekuensi bahwa Pancasila sebagai dasar negara itu yang diutamakan sasarannya kan bukan hanya rakyat. Jangan dorong rakyatnya Pancasilais tapi pejabatnya dan aparatnya tidak Pancasilais," kata Hariyono.
Seperti dikutip dari Kompas.id, SKB 11 menteri ditandatangani pada pertengahan November 2019 bersamaan dengan portal aduanasn.id.
Ada lima menteri yang ikut di dalamnya yaitu, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Menteri Dalam Negeri, Menteri Hukum dan HAM, Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, dan Menteri Komunikasi dan Informatika.
Selain itu, Badan Intelijen Negara (BIN), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Kepegawaian Negara, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP), dan Komisi Aparatur Sipil Negara.
Salah satu poin yang tak boleh dilanggar ASN adalah memberikan pendapat lisan maupun tulisan di media sosial yang bermuatan ujaran kebencian terhadap Pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika, NKRI, dan pemerintah.
https://nasional.kompas.com/read/2019/11/25/18462431/bpip-jangan-sampai-rakyat-didorong-pancasilais-tetapi-pejabatnya-tidak