Salin Artikel

Gugatan UU KPK ke MK, dari Cacat Formil hingga Tagih Komitmen Jokowi

Gugatan tersebut diprakarsai oleh 13 pemohon dan 39 kuasa hukum. Keduanya berkolaborasi melakukan perlawanan melalui jalur konstitusional terhadap UU KPK terbaru.

Adapun para pemohon tersebut di antaranya Agus Rahardjo, Laode Muhamad Syarif, Saut Situmorang, Erry Riyana Hardjapamekas, Mochammad Jasin, Omi Komaria Madjid, dan Betti S Alisjahbana, Hariadi Kartodihardjo.

Kemudian disusul Mayling Oey, Suarhatini Hadad, Abdul Ficar Hadjar, Abdillah Toha, dan Ismid Hadad.

Sedangkan 39 kuasa hukum meliputi Indonesia Corruption Watch (ICW), LBH Jakarta, YLBHI, hingga sejumlah kantor hukum profesional.

Dalam pengajuannya, para pemohon dan kuasa hukum sendiri tidak mengatasnamakan lembaga, melainkan atas nama pribadi sebagai warga negara.

Adapun permohonan uji formil mereka telah teregistrasi di MK dengan nomor 1927-0/PAN.MK/XI/2019.

1. Cacat Formil

Salah satu pemohon, Laode Muhammad Syarif menyoroti proses pembahasan revisi UU KPK yang berlangsung cepat.

Namun demikian, cepatnya revisi UU KPK justru melewatkan mekanisme pembentukan perundang-undangan.

Bahwa, pada kenyataannya, DPR tidak terlebih dahulu mengkonsultasikan ke publik atas rencana revisi UU KPK.

Ditambah, dalam perjalanannya, DPR juga tak memperlihatkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) kepada KPK sebagai stakeholder utama dari UU KPK.

"Berikutnya, bahkan tidak ada naskah akademik dari UU itu, tidak masuk dalam Prolegnas," ujar Laode di Gedung MK, Rabu (20/11/2019).

Laode mengatakan, KPK secara institusi sama sekali tidak dilibatkan dalam proses pembahasan revisi UU KPK.

Sebagai lembaga yang menjalan UU a quo, seharusnya KPK dilibatkan dalam pembahasan di DPR.

Di sisi lain, dokumen pengajuan uji formil yang diserahkan ke MK sebagian berisikan mengenai aspek materil dari UU KPK terbaru.

Namun demikian, Laode menegaskan bahwa tujuan utama dari pengajuan judicial review tetap mengacu pada aspek formil.

"Karena kami melihat bahwa proses pembentukan UU revisi KPK tidak sesuai dengan syarat-syarat pembentukan UU," ucap Laode.

2. Masih Berharap Perppu

Keputusan gugatan ini tak serta-merta memfokuskan perlawanan konstitusional terhadap UU KPK.

Namun demikian, para pemohon dan kuasa hukum masih berharap Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang isinya membatalkan UU KPK.

Salah satu pemohon lainnya, Agus Rahardjo berharap, MK dapat menerima pengajuan gugatan tersebut.

Di sisi lain, langkah gugatan ini juga tetap menyisakan harapan terhadap Jokowi agar segera mengeluarkan Perppu.

"Pengajuan judicial review terkait dengan UU KPK yang baru Nomor 19 tahun 2019. Walaupun harapan kami sebenernya masih pengen presiden mengelurkan perppu," kata Agus.

3. Korupsi Musuh Utama Bangsa

Langkah mengajukan gugatan ini merupakan usaha untuk kembali menghela nafas panjang bagi KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia.

Pasalnya, keberadaan UU KPK tersebut secara tidak langsung sebagai usaha mengebiri peran KPK dalam memberantas korupsi.

Laode mengatakan, dengan pemberlakuan UU KPK tersebut secara tidak langsung telah mengurangi peran lembaga antirasuah dalam memberantas korupsi.

"Kita tahu persis bahwa yang menjadi musuh, salah satu musuh utama dari negara ini adalah korupsi," ujarnya.

Laode mengatakan, praktik korupsi telah berdampak besar. Kompleksitas korupsi itu telah membuat sekitar 20 juta rakyat Indonesia masuk dalam garis kemiskinan.

"Termasuk pemenuhan hak hidup dan hak memperoleh pekerjaan," kata dia.

4. Tagih Komitmen Jokowi

Salah satu kuasa hukum pemohon, Kurnia Ramadhani mempertanyakan langkah Jokowi yang tak kunjung memastikan diterbitkannya Perppu sebelum ada keputusan uji materi UU KPK oleh MK.

Seperti diketahui, Jokowi menegaskan bahwa penerbitan Perppu menunggu proses uji materi UU KPK di MK.

Menurut Kurnia, sikap Jokowi yang terkesan menunggu justru tak sejalan dengan mekanisme melahirkan Perppu.

Ia menyebut Perppu tidak membutuhkan syarat apapun, termasuk menunggu hasil keputusan MK.

Sebab, keputusan Perppu menjadi hak subjektif dari Presiden yang dilanjutkan uji objektifitas di DPR.

"Jadi kalau presiden mengatakan tidak sopan, menunggu judicial review dan sebagainya, itu pernyataan yang tidak tepat," ucap Kurnia.

"Karena pada dasarnya itu dua ranah berbeda. Karena Perppu adalah hak subjektif Presiden dan judicial review hak masyarakat. Jadi jangan mengkaitkan dua hal itu," sambung Kurnia.

Dengan sikap Jokowi tersebut, lantas Kurnia pun menagih komitmen Jokowi yang selama ini mendengungkan isu antikorupsi hingga keberpihakan terhadap KPK.

Namun demikian, Kurnia berpendapat sikap Jokowi saat ini tak menunjukan ketegasan dalam berpihak.

Kurnia menilai, menerbitkan Perppu merupakan jalan satu-satunya Jokowi jika ingin membuktikan keberpihakan dan komitemennya.

"Karena MK ini waktunya akan panjang, sementara kerusakan KPK sudah berjalan sejak tanggal 17 Oktober 2019 lalu atau sejak berlakunya UU KPK baru," tegas Kurnia.

https://nasional.kompas.com/read/2019/11/21/06485361/gugatan-uu-kpk-ke-mk-dari-cacat-formil-hingga-tagih-komitmen-jokowi

Terkini Lainnya

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Sidang Gugatan PDI-P Kontra KPU di PTUN Digelar Tertutup

Nasional
Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Hakim MK Berang KPU Tak Hadiri Sidang Sengketa Pileg, Tuding Tak Pernah Serius sejak Pilpres

Nasional
Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Video Viral Keributan di Stasiun Manggarai, Diduga Suporter Sepak Bola

Nasional
PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

PTUN Gelar Sidang Perdana PDI-P Kontra KPU Hari Ini

Nasional
Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Profil Andi Gani, Tokoh Buruh yang Dekat dengan Jokowi Kini Jadi Staf Khusus Kapolri

Nasional
Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Timnas Lawan Irak Malam Ini, Jokowi Harap Indonesia Menang

Nasional
Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Peringati Hardiknas, KSP: Jangan Ada Lagi Cerita Guru Terjerat Pinjol

Nasional
Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Kekerasan Aparat dalam Peringatan Hari Buruh, Kontras Minta Kapolri Turun Tangan

Nasional
Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat 'Smart Card' Haji dari Pemerintah Saudi

Menag Sebut Jemaah RI Akan Dapat "Smart Card" Haji dari Pemerintah Saudi

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Sengketa Pileg, PPP Klaim Ribuan Suara Pindah ke Partai Garuda di Dapil Sumut I-III

Nasional
Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Temui KSAD, Ketua MPR Dorong Kebutuhan Alutsista TNI AD Terpenuhi Tahun Ini

Nasional
Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Jokowi Resmikan Bendungan Tiu Suntuk di Sumbawa Barat, Total Anggaran Rp 1,4 Triliun

Nasional
Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri 'Triumvirat' dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Meneropong Kabinet Prabowo-Gibran, Menteri "Triumvirat" dan Keuangan Diprediksi Tak Diisi Politisi

Nasional
Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Dewas KPK Gelar Sidang Perdana Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron Hari Ini

Nasional
Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Jokowi Resmikan 40 Kilometer Jalan Inpres Senilai Rp 211 Miliar di NTB

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke