Ia mengatakan, dari ruang konsultasi itu akan dilihat pendapat masyarakat apakah perlu amendemen UUD 1945 atau tidak.
"Tentu tidak tertutup kemungkinan MPR mulai membuka ruang publik. Nanti hasilnya apa, diskursus di ruang publik, ya sama-sama kita lihat seperti apa," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (14/10/2019).
"Apakah kemudian diskursusnya mengerucut pada satu hal, enggak perlu diamendemen atau diamendemen dengan terbatas atau agak luas ya kita lihat," sambungnya.
Arsul mengatakan, fraksi PPP tak ingin amendemen UUD 1945 dilakukan terburu-buru dan hanya disepakati 10 pimpinan MPR.
Ia mengatakan, masyarakat harus dilibatkan dalam ruang konsultasi seluas-luasnya.
"Itu (wacana amendemen UUD 1945) enggak hanya 10 kekuatan politik di MPR saja, tapi harus dibuka ruang konsultasi publiknya seluas-luasnya," ujarnya.
"Yang diinginkan PPP juga yang menjadi juga kesepakatan ini paling enggak di pimpinan MPR bahwa wacana ini kita gulirkan, tapi proses legal dan formalnya enggak terburu-buru," sambungnya.
Selanjutnya, Arsul mengatakan, tak menutup kemungkinan amendemen UUD 1945 tidak jadi dilaksanakan pada periode ini. Sebab, pihaknya harus mendengarkan pandangan publik terlebih dahulu.
"Tapi kemungkinan itu (amendemen UUD 1945) juga bisa enggak terlaksana. Kan kita enggak bisa mendahului atas apa yang nanti berkembang di ruang publik. Kan MPR harus mendengarkan semuanya," pungkasnya.
https://nasional.kompas.com/read/2019/10/14/23250181/soal-amandemen-uud-1945-mpr-bakal-buka-ruang-dengar-opini-publik