LSM itu terdiri dari Yayasan LBH Indonesia (YLBHI), LBH Jakarta, KontraS, Imparsial, Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Walhi, dan Amnesty International.
"Mendesak agar penyidik Polda Metro Jaya menghentikan penyidikannya dan membebaskan segera saudara Dandhy Dwi Laksono," ujar kuasa hukum Dandhy, Alghifari Aqsa dalam keterangan tertulis, Jumat (27/9/2019).
Alghifari menegaskan, dalam kasus ini, Polri harus menghargai hak asasi manusia yang sepenuhnya dijamin konstitusi dan tak reaktif dalam menghadapi tuntutan demokrasi.
Ia menyatakan, Dandhy ditangkap polisi dengan tuduhan menebarkan kebencian berdasarkan SARA. Dandhy dituding melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Karena alasan status atau unggahan di media sosial Twitter mengenai Papua," imbuh Alghifari.
Selama ini, lanjutnya, Dandhy kerap membela dan menyuarakan berita-berita tentang Papua. Menurutnya, yang dilakukan Dandhy adalah bentuk upaya memperbaiki kondisi HAM dan demokrasi.
"Itu merupakan bagian dari upaya memastikan bahwa masyarakat dan publik luas dapat informasi yang berimbang," ujar Alghifari
Penangkapan ini menunjukkan perilaku reaktif Polri untuk Isu Papua dan sangat berbahaya bagi perlindungan dan kebebasan Informasi yang dijamin penuh oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Peraturan Perundang-Undangan lainnya.
"Penangkapan ini merupakan bentuk pembungkaman bagi pegiat informasi dan teror bagi pembela hak asasi manusia," ujar Alghifari.
"Seperti diketahui pelanggaran HAM di Papua terus terjadi tanpa ada sanksi bagi aparat, dan media atau jurnalis pun dihalang-halangi dan tak bebas menjalankan tugasnya di Papua. Orang-orang yang menyuarakan informasi dari Papua seperti Dandhy justru ditangkap dan dipidanakan," lanjut dia.
Dandhy diberitakan ditangkap di Bekasi, Jawa Barat, Kamis sekitar pukul 23.00 WIB.
Dandhy dituding melanggar Pasal 28 Ayat (2) jo Pasal 45A Ayat (2) Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Unggahan Dandhy yang menurut polisi masuk ke dalam kategori menyebarkan kebencian berbasis SARA yaitu terkait peristiwa rusuh di Wamena dan Jayapura, Papua, 23 September 2019.
Penyidik mengajukan 14 pertanyaan dengan turunan pertanyaannya sebanyak 45.
Kuasa hukum Dandhy, Alghiffari Aqsa menambahkan, secara khusus, kliennya ditanya soal unggahan di Twitter tanggal 23 September 2019.
"Mungkin teman-teman bisa melihat (unggahan mengenai peristiwa) Jayapura dan peristiwa di Wamena saat itu," ujar Alghiffari.
Jumat jelang subuh, polisi memulangkan Dandhy. Namun, statusnya tetap tersangka.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/27/08033761/hentikan-penyidikannya-bebaskan-dandhy-dwi-laksono