Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Dadang Trisasongko menilai, hal itu merupakan bagian dari pelemahan gerakan antikorupsi.
"Saya melihat ada skenario besar pelemahan gerakan antikorupsi yang menggunakan legislasi di bidang hukum sebagai arena perluasan ruang gerak bagi praktik korupsi," kata Dadang kepada Kompas.com, Rabu (18/9/2019).
Dadang menuturkan, skenario besar yang ia sebut terdiri dari revisi Undang-Undang KPK, revisi Kitab Undang-undang Hukum Pidana, dan revisi UU Pemasyarakatan itu sendiri.
Menurut Dadang, skenario tersebut bermuara pada dua hal. Pertama, memastikan lembaga penegakan hukum KPK bergerak di dalam batas toleransi dan kendali elite politik yang berkuasa saat ini.
"Kedua, melepaskan orang-orang yang terjerat kasus tipikor, baik yang sedang proses penyidikan dan penuntutan melalui pemberian SP3 di revisi UU KPK maupun kepada mereka yang sedang menjalani hukuman melalui kemudahan pemberian remisi bagi napi koruptor," ujar Dadang.
Dadang menambahkan, pelongggaran peberian remisi kepada koruptor juga mencerminkan persepsi pemerintah dan DPR yang tidak menganggap korupsi sebagai kejahatan luar biasa.
"Saya menyebut semua itu sebagai 'kebijakan hukum yang merelaksasi korupsi'," kata Dadang.
Diberitakan sebelumnya, DPR dan pemerintah sepakat untuk segera mengesahkan revisi UU Pemasyarakatan.
Kesepakatan itu diambil dalam Rapat Kerja antara Komisi III dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9/2019).
Salah satu poin yang disepakati ialah terkait pemberian pembebasan bersyarat terhadap narapidana kasus kejahatan luar biasa, salah satunya kasus korupsi.
Wakil Ketua Komisi III Erma Ranik mengatakan, rancangan UU Pemasyarakatan yang akan disahkan dalam waktu dekat itu meniadakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
Dengan demikian aturan mengenai pemberian pembebasan bersyarat kembali ke PP Nomor 32 Tahun 1999.
PP Nomor 99 Tahun 2012 mengatur syarat rekomendasi dari aparat penegak hukum yang selama ini memberatkan pemberian pembebasan bersyarat bagi napi korupsi.
Pasal 43A mengatur syarat bersedia bekerja sama dengan penegak hukum untuk membantu membongkar perkara tindak pidana yang dilakukannya atau dikenal dengan istilah justice collaborator.
Kemudian Pasal 43B Ayat (3) mensyaratkan adanya rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi sebagai pertimbangan Dirjen Pemasyarakatan dalam memberikan pembebasan bersyarat.
Namun, aturan soal justice collaborator dan rekomendasi KPK tidak tercantum dalam PP Nomor 32 Tahun 1999.
https://nasional.kompas.com/read/2019/09/18/14002581/pembebasan-bersyarat-dipermudah-tii-ada-skenario-besar-pelemahan-antikorupsi